tag:blogger.com,1999:blog-8375853038447318242024-02-13T21:54:45.895+08:00Soal Jawab Aqidah Tauhidaizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.comBlogger291125tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-65463930044594805512011-01-17T11:17:00.000+08:002011-01-17T11:17:14.037+08:00Jin dan Balasan Mereka di AkhiratPertanyaan :<br />
<br />
Apakah jin yang beriman akan masuk syurga ? Jika jin diciptakan dari api, lalu bagaimana mereka di adzab dengan api ?<br />
<br />
<br />
**********************<br />
Jawaban :<br />
<br />
Tidak diragukan lagi bahwa jin yang beriman akan diberi pahala di akhirat dengan pahala yang layak buat mereka. Sedangkan mereka yang kafir akan diadzab, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata'ala yang menceritakan tentang jin :<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><b><span style="font-size: large;">وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُوْلَئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا . وَأَمَّا الْقَاسِطُونَ فَكَانُوا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا</span></b></div><br />
”Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang darikebenaran. Barangsiapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahannam.: (QS. Al-Jin:14-15)<br />
<br />
Diciptakannya mereka dari api tidak menghalangi mereka diadzab dengan api. Sebab api akhirat lebih panas dari api dunia 70 kali lipat. Mungkin juga mereka mendapatkan api yang untuk mengadzab mereka. Perkara akhirat berbeda dengan perkara dunia.<br />
<br />
[Al-Lu’lu’ al-Makin min Fatawa Ibn Jibrin, hal, 9]<br />
<br />
Sumber : Fatwa-Fatwa Terkini, jilid 3, hal: 481-482, cet: Darul Haq Jakarta, di posting oleh Yusuf Al-Lombokyaizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com17tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-39423057445495461712010-12-11T16:03:00.000+08:002010-12-11T16:03:28.049+08:00Menyelisik Kehidupan di Alam KuburPenulis: Buletin Islam AL-ILMU Edisi: 38 / X / VIII / 1431<br />
<br />
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Kehidupan yang dialami oleh seorang manusia di dunia ini bukanlah sebuah kehidupan yang terus-menerus tiada berujung dan tiada penghabisan. Ia adalah sebuah kehidupan yang terbatas, berujung dan akan ada pertanggungjawabannya. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):<br />
<br />
“Setiap jiwa yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.” (Ali ‘Imran: 185)<br />
<br />
Maha Benar Allah Subhanallahu wa Ta’ala dengan segala firman-Nya! Kita dengar dan saksikan kilas kehidupan yang silih berganti dari masa ke masa. Perjalanan hidup umat manusia merupakan bukti bahwa seorang manusia, setinggi apapun kedudukannya dan sebanyak apapun hartanya, akan mengalami kematian dan akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan setelah kematian. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman tentang Rasul-Nya Shalallahu ‘alahi wa Sallam dan manusia yang lainnya dari generasi pertama sampai yang terakhir (artinya):<br />
<br />
“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati dan mereka juga akan mati.” (Az Zumar: 30)<br />
<br />
Bukanlah berarti dengan kedudukan sebagai Rasulullah (utusan Allah) kemudian mendapatkan keistimewaan dengan hidup selamanya, akan tetapi sudah merupakan ketetapan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala atas seluruh makhluk-Nya yang bernyawa mereka akan menemui ajalnya.<br />
<br />
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Pernahkah sejenak saja kita merenungkan bagaimana ketika maut sudah di hadapan kita? Ketika malaikat yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala utus untuk mencabut nyawa sudah berada dihadapan kita. Tidak ada tempat bagi kita untuk menghindar walaupun ke dalam benteng berlapis baja, walaupun banyak penjaga yang siap melindungi kita. Sungguh tidak bisa dibayangkan kengerian dan dahsyatnya peristiwa yang bisa datang dengan tiba-tiba itu. Saat terakhir bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, saat terakhir untuk beramal kebaikan, dan saat terakhir untuk melakukan berbagai kegiatan di dunia ini. Saat itu dan detik itu juga telah tegak kiamat kecil bagi seorang manusia yaitu dengan dicabut ruhnya dan meninggalkan dunia yang fana ini. Allahul Musta’an (hanya Allah Subhanallahu wa Ta’ala tempat meminta pertolongan).<br />
<br />
Manusia yang beriman kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya akan mendapatkan tanda-tanda kebahagiaan kelak di akhirat dengan akan diberi berbagai kemudahan ketika meninggal. Adapun orang-orang kafir yang ingkar, mendustakan Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan tanda-tanda kejelekan ketika meninggal dunia dan bahkan akan ditimpakan adzab di alam kubur.<br />
Alam Kubur<br />
<br />
Setelah seorang hamba meregang nyawa dan terbujur kaku, maka ia akan diantarkan oleh sanak saudara dan teman-temannya menuju “tempat peristirahatan sementara” dan akan ditinggal sendirian di sebuah lubang yang gelap sendirian. Sebuah tempat penantian menuju hari dibangkitkan dan dikumpulkannya manusia di hari kiamat kelak, pembatas antara alam dunia dan akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):<br />
<br />
“Dan dihadapan mereka ada dinding (alam kubur/barzakh) sampai mereka dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)<br />
<br />
Di antara peristiwa yang akan dialami oleh setiap manusia di alam kubur adalah:<br />
<br />
1. Fitnah kubur<br />
<br />
Pertanyaan dua malaikat kepada mayit tentang siapa Rabbmu (Tuhanmu)?, apa agamamu?, dan siapa Nabimu? Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:<br />
<br />
<div style="text-align: center;">« <b><span style="font-size: large;">إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ - أَوْ قَالَ أَحَدُكُمْ - أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالآخَرُ النَّكِيرُ</span></b> »</div><br />
“Apabila mayit telah dikuburkan -atau beliau bersabda: (apabila) salah seorang dari kalian (dikuburkan)- dua malaikat yang berwarna hitam kebiru-biruan akan mendatanginya salah satunya disebut Al-Munkar dan yang lainnya An-Nakir.” (At-Tirmidzi no. 1092)<br />
<br />
Adapun seorang hamba yang mukmin, maka ia akan menjawab pertanyaan tersebut sebagaimana dalam potongan hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu yang panjang: “Maka dua malaikat mendatanginya (hamba yang mukmin) kemudian mendudukkannya dan bertanya: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Allah Rabbku; kemudian kedua malaikat itu bertanya lagi: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Islam agamaku; kemudian keduanya bertanya lagi: “Siapa laki-laki yang diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Dia Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam; Maka itu adalah firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):<br />
<br />
“Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh..” (Ibrahim: 27)<br />
<br />
Perkataan yang kokoh dalam ayat di atas adalah kalimat tauhid (Laa ilaaha illallaah) yang menghunjam dalam dada seorang mukmin. Allah Subhanallahu wa Ta’ala meneguhkan seorang mukmin dengan kalimat tersebut di dunia dengan segala konsekuensinya, walaupun diuji dengan berbagai halangan dan rintangan. Adapun di akhirat, Allah Subhanallahu wa Ta’ala akan meneguhkannya dengan kemudahan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur.<br />
<br />
Sedangkan seorang kafir dan munafik, ketika ditanya oleh dua malaikat: “Siapa Rabbmu (Tuhanmu)? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu; kemudian ia ditanya: “Apa agamamu? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu, kemudian ia ditanya: “Siapa laki-laki yang telah diutus kepada kalian ini? Ia menjawab: “Ha…Ha, saya tidak tahu. Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkan baginya alas dari neraka! Bukakan baginya pintu yang menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kubur.”<br />
<br />
Itulah akibat mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Walaupun di dunia ia adalah orang yang paling fasih dan pintar bicara, namun jika ia tidak beriman, maka ia tidak akan dapat menjawab pertanyaan dua malaikat tersebut. Kemudian ia akan dipukul dengan pemukul besi sehingga ia menjerit dengan jeritan yang keras yang didengar oleh semua makhluk, kecuali jin dan manusia.<br />
<br />
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Kejadian di atas mempunyai hikmah besar tentang keimanan kepada yang gaib, yang tidak kasat mata dan tidak dapat ditangkap oleh pancaindra kita. Apabila jin dan manusia bisa mendengar dan melihatnya, niscaya mereka akan beriman dengan sebenar-benar keimanan. Oleh karena itu, Allah Subhanallahu wa Ta’ala menjelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa diantaranya adalah beriman dengan yang gaib. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):<br />
<br />
“Alif Lam Mim, Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib…” (Al-Baqarah: 1-3)<br />
<br />
2. Adzab dan nikmat kubur<br />
<br />
Setelah mayit mengalami ujian dengan menjawab pertanyaan dua malaikat di alam kubur, jika berhasil, ia akan mendapatkan kenikmatan di alam kubur; dan jika tidak bisa, ia akan mendapatkan siksa kubur.<br />
<br />
Bagi yang bisa menjawab pertanyaan kedua malaikat tersebut, ia akan mendapatkan kenikmatan di kuburnya. Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam melanjutkan sabdanya: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Telah benar hamba-Ku! Maka bentangkan baginya kasur dari surga! Pakaikan padanya pakaian dari surga! Bukakan baginya pintu yang menuju surga!; Kemudian aroma wangi surga mendatanginya, diperluas kuburnya sampai sejauh mata memandang, dan seorang laki-laki yang bagus wajah dan bajunya serta wangi aroma tubuhnya mendatanginya dan berkata: “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan kebaikan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan sholihmu. Kemudian dibukakan pintu surga dan pintu neraka, dan dikatakan: “Ini adalah tempatmu jika engkau bermaksiat kepada Allah, Allah akan mengganti dengannya. Ketika melihat segala sesuatu yang ada di surga, ia berkata: “Wahai Rabb-ku, segerakan hari kiamat! Agar aku bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.”<br />
<br />
Adapun orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan dua malaikat, maka ia akan mendapatkan siksa kubur, sebagaimana kelanjutan dari hadits di atas: “Kemudian terdengar suara dari langit: “Dia telah berdusta! Bentangkanlah baginya alas dari neraka! Bukakanlah baginya pintu menuju neraka!; Kemudian panasnya neraka mendatanginya, dipersempit kuburnya hingga terjalin tulang-tulang rusuknya karena terhimpit kuburnya. Kemudian seorang laki-laki yang buruk wajah dan bajunya, serta busuk aroma tubuhnya mendatanginya dan mengatakan: “Bersedihlah dengan segala sesuatu yang menyusahkanmu! Ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu. Maka ia berkata: “Siapa engkau? Wajahmu mendatangkan keburukan. Laki-laki itu menjawab: “Saya adalah amalan jelekmu, Allah membalasmu dengan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan baginya seorang yang buta, tuli, bisu, dengan memegang sebuah pemukul, yang jika dipukulkan ke gunung niscaya akan hancur menjadi debu. Kemudian ia dipukul dengan sekali pukulan sampai menjadi debu. Kemudian Allah mengembalikan tubuhnya utuh seperti semula, dan dipukul lagi dan ia menjerit hingga didengar seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Kemudian dibukakan pintu neraka baginya, sehingga ia berkata: “Wahai Rabb-ku, jangan tegakkan hari kiamat!” (HR. Abu Dawud, Al-Hakim, Ath-Thayalisi, dan Ahmad)<br />
<br />
Hadits Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anhu di atas dengan gamblang menjelaskan tentang segala sesuatu yang akan dialami oleh manusia di alam kuburnya. Wajib bagi kita untuk beriman dengan berita tersebut dengan tidak menanyakan tata cara, bentuk, dan yang lainnya, karena hal tersebut tidak terjangkau oleh akal-akal manusia dan merupakan hal gaib yang hanya diketahui oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Sangat sedikit dari hal gaib tersebut yang diperlihatkan kepada para Nabi ‘alaihimussalam. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya):<br />
<br />
“(Dialah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali pada Rasul yang diridhai-Nya.” (Al-Jin: 26-27)<br />
<br />
Maka dari itu, apa yang diyakini oleh kaum Mu’tazilah dan yang bersamanya, bahwa adzab kubur dan nikmat kubur tidak ada, merupakan kesalahan dalam hal aqidah, karena hadits tentang masalah ini sampai pada tingkatan mutawatir (bukan ahad). Bahkan dalam Al-Qur`an telah disebutkan ayat-ayat tentangnya, seperti firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):<br />
<br />
“Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azdab yang sangat keras.” (Al-Mu’min: 46),<br />
<br />
Kemudian firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala (artinya):<br />
<br />
“Dan sesungguhya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang dekat sebelum adzab yang lebih besar.” (As-Sajdah: 21).<br />
<br />
Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan adzab yang dekat dalam ayat tersebut adalah adzab kubur.<br />
Penutup<br />
<br />
Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala merahmati kita semua. Penjelasan di atas hanyalah sekelumit dari apa yang akan dialami manusia di alam kubur nanti. Pastilah seorang hamba yang beriman dan cerdas akan bersiap-siap dengan berbagai amalan sholih sebagai bekal di akhirat kelak, termasuk ketika di alam kubur. Dan memperbanyak do’a memohon perlindungan dari adzab kubur dengan do’a:<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><b><span style="font-size: large;">اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ</span></b></div><br />
“Ya Allah sesungguhnya aku meminta perlindungan dari adzab kubur, dari adzab neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR. Al-Bukhari no.1377)<br />
<br />
Semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala senantiasa melindungi kita dari berbagai ujian, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, hingga kita menghadap-Nya, dan memberikan kepada kita kecintaan untuk bertemu dengan-Nya ketika kita akan meninggalkan kehidupan yang fana ini menuju kehidupan kekal abadi. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.<br />
MUTIARA HADITS SHAHIH<br />
<br />
Pernah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam ketika melewati dua buah kuburan bersabda:<br />
<br />
<div style="text-align: center;">«<b><span style="font-size: large;">أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ</span></b>»</div><br />
<div style="text-align: center;"><b><span style="font-size: large;">و ﰲ رواية: لاَ يَسْتَنزِهُ مِن بَوْلِهِ</span></b></div><br />
“Ingatlah! Sesungguhnya kedua orang ini sedang diadzab; dan tidaklah mereka diadzab disebabkan dosa besar (menurut persangkaan mereka). Adapun salah satunya, semasa hidupnya ia melakukan namimah (mengadu domba); sedangkan yang satunya, semasa hidupnya ia tidak menjaga auratnya ketika buang air kecil.” (HR. Muslim no.703 dari shahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)<br />
<br />
Dalam riwayat lain: “tidak bersih saat bersuci dari buang air kecil.”<br />
<br />
(Sumber: http://www.buletin-alilmu.com/?p=524)aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-12829814514239941902010-06-10T14:11:00.001+08:002010-06-10T14:12:13.717+08:00Tempoh Penantian Di Padang MahsyarPostby khai »<br />
<br />
Salam,<br />
<br />
Saya ada mendengar di dalam satu kuliah agama , ustaz mengatakan semasa dipadang Mahsyar nanti semua manusia akan dikumpulkan dan dibiarkan oleh Allah tanpa di buat apa-apa selama 7000 @ 70,000 tahun sebelum dihisab. Benarkah begitu? Tidakkah ia bertentangan dengan prinsip keadilan Tuhan ? Yang baik dan yang jahat mendapat layanan yang sama ( dibiarkan menanti-nanti untuk masa yang lama)<br />
<br />
Terima Kasih.<br />
<br />
khai<br />
<br />
<br />
<br />
**************************************************<br />
Postby kamin »<br />
<br />
Wa’alaikumussalam<br />
<br />
Alhamdulillah. Kami akan cuba menjawab soalan ini dengan kadar kemampuan yang ada, InSyaAllah.<br />
<br />
Persoalan mengenai hari Akhirat, baik Padang Mahsyar, Syurga, Neraka, dll, merupakan perkara yang wajib diimani dan bersifat Ghaib. Persoalan panjang atau pendek masa di Hari Kiamat itu sesuatu yang relatif. Sebagai contoh, orang-orang kafir akan merasakan penantian itu sangat lama, sebagaimana firman Allah swt :-<br />
<br />
<b><span style="font-size: large;">وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا</span></b><br />
“…..dan adalah ia satu masa yang amat sukar keadaannya kepada orang-orang kafir.” [surah al-Furqaan : 26].<br />
<br />
Begitu juga didalam surah yang lain :<br />
<br />
<b><span style="font-size: large;">فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ</span></b><br />
“Maka saat yang demikian adalah saat (berlakunya) hari yang sukar” [surah al-Mudathir : 9]<br />
<br />
Namun demikian, bagi orang yang beriman pula<br />
<br />
<span style="font-size: large;"><b>أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلًا</b></span><br />
"Ahli-ahli Syurga pada hari itu lebih baik tempat menetapnya dan lebih elok tempat rehatnya.” [al-Fuqaan : 24]<br />
<br />
Didalam Tafsir Jalalain perkataan “Ahsanu Maqeelan” membawa maksud tempat rehat waktu setengah hari atau merujuk kepada rehat dari kepanasan tengahari, yang membawa maksud penantian yang hanya memakan masa separuh hari, sebagaimana dijelaskan didalam hadith dibawah. Dari Abu Hurairah ra, Nabi :saw bersabda :<br />
<br />
<b><span style="font-size: large;">يوم القيامة على المؤمنين كقدر ما بين الظهر والعصر</span></b><br />
Hari Kiamat bagi orang Mukmin adalah seperti waktu antara Zohor dan Asar” [Hadith Riwayat al-Hakim didalam al-Mustadrak].<br />
<br />
Ayat-ayat al-Quran dan hadith ini menunjukkan jangkamasa yang berbeza diantara orang kafir dan orang beriman. Perlu dingat, “MASA” atau “WAKTU” juga merupakan makhluk Allah swt. Maka panjang atau pendek pada hari Kiamat itu, tidak mungkin dapat digambarkan semasa kita didunia ini. Ia berubah mengikut tahap dan kadar keimanan seseorang itu. Sebagai umat Islam, kita dilarang memikirkan secara mendalam perkara-perkara ghaib ini. Keadaan Akhirat ini tidak dapat digambarkan dengan mata, sebagaimana hadith Qudsi :<br />
<br />
<b><span style="font-size: large;">أعددت لعبادي الصالحين ما لا عين رأت ولا أذن سمعت ولا خطر على قلب بشر</span></b><br />
Aku telah menyediakan kepada hambaku yang Soleh, apa yang matanya tidak pernah lihat, apa yang telinga tidak pernah dengar, dan perkara yang tidak terlintas didalam hati manusia”<br />
<br />
WA.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-23060820742883514482010-06-08T13:56:00.000+08:002010-06-08T13:56:52.389+08:00Apa Maksud Mujaddid?Postby Guest »<br />
<br />
:salam<br />
<br />
apakah itu mujadid?<br />
dan apakah kriterianya?<br />
<br />
boleh panel menyenaraikan tokoh-tokoh mujadid untuk 5 kurun terkini?<br />
<br />
maaf menyusahkan<br />
<br />
:wassalam<br />
<br />
<br />
************************************<br />
Postby kamin »<br />
<br />
wa'alaikumussalam<br />
<br />
Alhamdulillah. Kami akan cuba menjawab soalan anda dengan kadar kemampuan yang ada, InSyaAllah.<br />
<br />
Mujaddid merujuk kepada individu yg dikatakan muncul pada setiap abad didalam kalender Islam dan tugasnya membangkit Islam, membersihkan Islam dari dinodai oleh unsur-unsur bid'ah, kurafat dan sebagainya. Kemungkinan mujaddid ini seorang Khalifah, Raja, Wali, Ulama', atau sesiapa sahaja yang mempunyai kriteria-kriterianya. Didalam hadith riwayat Abu Hurairah ra, sabda Nabi :saw :-<br />
<br />
<b><span style="font-size: large;">ان الله تعالى يبعث لهذه الامة على رأس كلّ مائة سنة من يجدد لها دينها</span></b><br />
"Sesungguhnya Allah akan menghantar setiap permulaan 100 tahun seseorang kepada Ummah yang akan (Tajdid) mengembali kegemilangan Agama mereka" [Hadith diriwayatkan oleh Abu Daud, Hakim didalam Mustadrak dan al-Baihaqi didalam al-Ma'rifah].<br />
<br />
Beberapa kualiti Mujaddid yang boleh diringkaskan :-<br />
<br />
- Mujaddid tidak semestinya Mujtahid<br />
- Mujaddid hendaklah dari kalangan Ahli Sunnah wal Jama'ah<br />
- Mujaddid mestilah seorang Alim didalam Agama<br />
- Mujaddid hendaklah seorang ulama' yang terkemuka pada zamannya<br />
- Mujaddid ialah seseorang yang berkhidmat untuk agama; Allah dan Rasul keutamaanya.<br />
- Mujaddid tidak gentar dengan tentangan penentang dan pemerintah<br />
- Mujaddid tidak takut bercakap benar didalam semua situasi<br />
- Mujaddid hendaklah seorang yang warak<br />
<br />
Berikut adalah senarai kemungkinan nama ulama' yang di kata Mujaddid, dari kurun pertama sehingga lima :<br />
<br />
Abad pertama :<br />
<br />
- Umar bin Abdul Aziz (682 - 720)<br />
- Abu Hanifa al-Nu'man (699 - 720)<br />
- Ibn Sirin (abad ke 8)<br />
<br />
Abad kedua :<br />
<br />
- Muhammad ibn Idris al-Shafi`i (767 - 820)<br />
- Hasan al-Basri (642 - 728 atau 737)<br />
- Malik ibn Anas (715 - 796)<br />
- Muhammad bin Hassan Shaibani<br />
<br />
Abad ketiga :<br />
<br />
- Ahmad ibn Hanbal (780 - 855)<br />
- Abu al-Hasan al-Ash'ari.<br />
<br />
Abad keempat :<br />
<br />
- al-Baihaqi<br />
- Tahtaawi<br />
- Abu Haatim Raazi<br />
<br />
Abad kelima :<br />
<br />
- Abdul-Qadir Gilani<br />
- Al-Ghazali (1058–1111)<br />
<br />
Sekian, wassalamaizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-43222219388487720912010-03-22T18:08:00.002+08:002010-03-22T18:10:20.198+08:00Khilaf AkidahPostby ajim »<br />
<br />
salam ustaz..<br />
<br />
apakah ada khilaf dalam soal akidah? dan adakah ia diiktiraf sebagai satu pebezaan pendapat yg dibenarkan menurut syara'?<br />
<br />
http://www.ajimtajdid.blogspot.com<br />
<br />
<br />
*********************************<br />
Postby kamin »<br />
<br />
Wa’alaikumussalam<br />
<br />
Alhamdulillah. Kami akan cuba menjawab soalan ini dengan kadar kemampuan yang ada, InSyaAllah.<br />
<br />
Prinsip aqidah adalah - <b>الأصل في العقيدة التوقف حتى يأتي الدليل</b> / “Asal perkara Aqidah adalah terhenti, sehinggalah didatangkan dalil”. Dengan erti kata, persoalan aqidah ini tidak boleh ditokok tambah, melainkan didatangi dalil yang menjelaskannya.<br />
<br />
Apakah dibolehkan wujud “khilaf” didalam aqidah? Jawapannya : Tidak boleh! Khilaf Aqidah secara bahasanya bermaksud “The disagreement of the belief” (<b>خلاف العقيدة</b>) atau perbezaan didalam kepercayaan. Istilah ini digunakan bagi membezakan Aqidah Islam dengan agama-agama lain. Misalnya, ada mazhab agama Kristian mempercayaai Tuhan itu Esa, akan tetapi menafikan kenabian Muhammad :saw. Ini dinamakan khilaf didalam Aqidah.<br />
<br />
Contoh khliaf aqidah yang lain seperti konsep Taqiyah didalam Syiah Rafidah. Syiekh Atiyah Saqr rh memetik tulisan Pengerusi Sunni Pakistan, 1935, Mohammed Abdel-Sattar Altonsoi bahawa :-<br />
<br />
<b><span style="font-size: large;">التقية : وهى إظهار خلاف العقيدة الباطنة ، لدفع السوء عنهم</span></b><br />
"Taqiyah : adalah menunjukkan perselisihan aqidah dalaman, untuk menolak keburukan jauh dari mereka"<br />
<br />
Apa yang wujud didalam persoalan aqidah didalam agama Islam ialah, perbezaan method mempelajari Aqidah, sebagaimana pegangan Salaf dan Khalaf. Perselisihan ini timbul berkaitan dengan permasalah mentakwil sifat Allah swt. Ini berpunca dari pemahaman terdapat Bahasa Arab dan memahami nas-nas al-Quran dan Hadith.<br />
<br />
Jumhur mengatakan bahawa perselisihan ini tidak membawa kepada kesesatan jika didasarkan dengan dalil dan bukan logik dan takwilan yang melampau-lampau.<br />
<br />
Untuk penjelasan yang lebih lanjut, sila baca tautan dibawah :-<br />
<br />
akidah asyairah salah??<br />
<a style="text-decoration: none;" href="http://qaasasaqidahtauhid.blogspot.com/2010/03/aqidah-asyairah-salah.html" target="_blank">http://qaasasaqidahtauhid.blogspot.com/2010/03/aqidah-asyairah-salah.html</a>.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-17390843494184873382010-03-22T18:08:00.001+08:002010-03-22T18:08:42.174+08:00Aqidah Asyairah Salah?Postby Guest »<br />
<br />
salam<br />
<br />
saya ingin bertanya sedikit soalan..saya ada terbaca satu artikel yang mengatakan asyairah tersalah dalam cara berakidah..adakah ini benar?dan apakah cara asyairah berakidah yang dikatakan salah itu...mohon penjelasan.<br />
<br />
wassalam<br />
<br />
<br />
*********************************<br />
Postby kamin »<br />
<br />
wa'alaikumussalam<br />
<br />
Alhamdulillah. Kami akan cuba menjawab soalan anda dengan kadar kemampuan yang ada, Insya-Allah.<br />
<br />
Aqidah Assyaerah dikaitkan pengasasnya Abu Hasan Assya'ri, yang sebelum itu berpegang kepada aqidah Muktazilah, dan selepasnya mengikut fahaman Ahli Sunnah wa al-Jamaah pada peringkat akhir hidupnya, sebagaimana didapati didalam salah satu buku terakhirnya al-Ibanah. Ia diasaskan dengan kaedah beriman dengan Sifat Allah yang sesuai dengan dirinya, takwil maknanya, dan melarang sesuatu menyerupainya. Aqidah ini diterima ramai dikalangan orang Islam.<br />
<br />
Perselisihan yang timbul adalah berkenaan dengan mengtakwil sifat-sifat Allah swt, Dikaitkan perselisihan diantara Aqidah Salaf dan Aqidah Khalaf. Apakah mereka ini sesat atau kafir? Syeikh Dr Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahawa :- walaupun saya cenderung kepada pandangan salaf mengenai isu sifat, tetapi saya tidak mengkafir, menyesatkan dan menganggap kaum Khalaf sebagai berdosa kerana melakukan takwil. Sesungguhnya khilaf itu berpunca didalam isu bahasa arab dan memahami nas-nas Quran dan Sunnah.<br />
<br />
Bagi al-Qaradhawi, tidak dipertikaikan, bahawa ulama'-ulama' yang melakukan takwil merupakan mereka yang tidak diragukan keikhlasan dan nasihat mereka, kerana Allah dan Rasulnya.,Mereka beriman dengan sifat Allah yang Maha Sempurna dan Suci dari segala kekurangan. Mereka beriman dengan Nabi-Nabi, Hari Akhirat dan al-Quran sebagai firman Allah yang tidak ada kebatilan. Oleh itu, berdasarkan ilmu, jtihad dan pemahaman mereka terdapat bidang aqidah, maka tidak pelik mereka berbeza pandangan tentang hal itu.,<br />
<br />
Kata al-Syiekh lagi, setiap orang yang berilmu yang melakukan ijtihad didalam agama Allah dan mencari kebenaran. Ijtihad adalah perkara yang maklum didalam agama Islam. Mereka akan memperolehi satu atau dua pahala. Satu pahala jika dia tersilap, dan dua pahala jika mereka benar, Tidak ada permasalahan ilmiyyah dan amaliyyah, serta perkara usuliyyah dan furu'iyah. Sebagaimana pekara tersebut telah dijelaskan oleh Ibn Taimiyyah, Ibn Qayyim dll.<br />
<br />
Selanjutnya syiekh menyebut bahawa perbezaan ini bukanlah besar sangat sebagaimana yang digambarkan.<br />
---------------------<br />
<br />
Syiekh Faizal al-Moulawi, Naib Pengerusi Majlis Fatwa Eropah kita ketika ditanya mengenai pandang al-Qardhawi terhadap Asyaerah, beliau mengatakan :<br />
<br />
"Bagi Ustaz kami, al-Syiekh al-Qardhawi dia sebagaimana yang kami tahu berpegang kepada aqidah salaf yang berdiri diatas beriman kepada sifat-sifat Allah, sebagaimana dia mensifatkan dirinya, tanpa Takwil dan Ta'thil. Dia tidak menginkari Aqidah Asyaerah, bahkan aqidahnya masih dianggap sahih diterima Allah, Insya-Allah. Akan tetapi aqidah salaf bagi beliau adalah lebih benar".<br />
----------------<br />
<br />
Dua manhaj ini berbeza dari segi pengistilahan dan pentafsiran kepada al-Quran dan Sunnah Nabi :saw. Kumpulan Asyaerah sudah banyak berjuang didalam membersihkan sifat-sifat Allah dari ahli-ahli kalam dan falsafah pada zaman itu. Ini merupakan pandangan dan ijitihad masing2. Yang amat ditegah adalah berlebih-lebihan didalam mentakwilkan sifat-sifat Allah berdasarkan akal fikiran mereka. WA.<br />
<br />
Sekian, wassalam<br />
===========<br />
<br />
1. Syiekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi. Fushul fi al-Aqidati baina al-Salafi wa al-Khalafi Kaherah : Maktabah Wahbah, 2005. ms 144-145.<br />
<br />
2. url : http://www.islamonline.net/servlet/Sate ... 2528615696<br />
----------------------------<br />
<br />
Selanjutnya syiekh menyebut bahawa perbezaan ini bukanlah besar sangat sebagaimana yang digambarkan.<br />
<br />
Syiekh Rashid Ridha menjelaskan bahawa sebenarnya tidak wujud permasalahan pun didalam aqidah ini. Bagi beliau, nama-nama dan sifat-sifat yang Allah nyatakan, adalah istilah-istilah yang digunakan oleh Makhluk. Sebabnya jika Allah swt melafazkan sifat-sifatnya dalam bentuk khusus, nescaya sedikitpun tidak akan difahami oleh manusia.<br />
<br />
Menurut al-Qaradhawi, permasalahan ini perlu dilihat dengan teliti dan penuh kesabaran, tanpa melakukan keputusan atau tindakan yang tergesa-gesa. Bagi beliau, jika dilihat perbahasan yang dibuat oleh ahli tahqiq, bahawasanya terdapat DUA persamaan penting didalam dua aqidah ini:-<br />
<br />
a. 2 golongan yang disebut adalah kaum SALAF dan kaum KHALAF, ahli Hadith dan ahli Kalam, ia itu orang yang melakukan TAFWIDH dan TAKWIL, atau boleh dikatakan mereka yang melakukan ITSBAT dan TAKWIL berasaskan MEMBESARKAN, MEMULIAKAN dan MENSUCIKAN ALLAH. Allah memiliki sifat sempurna yang memang layak baginya, serta tidak memiliki sifat-sifat kekurangan yang tidak layak baginya.<br />
<br />
Kedua-dua golongan ini berpendapat bahawa sikap ini adalah aqidah yang sebenar! Tidak diragui dan tidak diperselisihkan.<br />
<br />
Mengambil Ijtihad dan tujuan Mensucikan Allah dalam sifat-sifatnya, maka mereka MENAFIKAN sifat-sifat tersebut. Mereka membersihkan sifat Allah dari perkara-perkara yang tidak berasal dari Islam, baik dari pengaruh agama lain dan pemikiran falsafah.<br />
<br />
Ahli-Ahli hadith atau kaum salaf mendahulukan kaedah pengagungan kepada Allah swt, al-Quran dan hadith2 Nabi :saw. Mereka membiarkan hal demikian sesuai dengan sebagaimana Allah mensifatkan dirinya.<br />
<br />
Ahli Kalam pula mendahulukan kaedah pengagungan pensucian dan menafikan penyerupaan kepada Allah swt, dengan cara melakukan takwil. Mereka ingin menafikan segala kekurangan den penyerupaan terhadap Allah swt.<br />
<br />
b. Jika dilihat secara mendalam, kedua-dua pihak ini melakukan TAKWIL. Cuma bezanya, ahli hadith melakukan TAKWIL IJMALI dan ahli kalam melakukan TAKWIL TAFSHILI.<br />
<br />
Contohnya didalam ayat al-Quran yang menyetakan tentang tangan-tangan Allah swt eg:<br />
<br />
- "Tangan Allah diatas tangan mereka" [al-Fath : 10]<br />
- "Padahal, kedua tangan Allah terbuka" [al-Maa'idah : 64]<br />
- "Yang telah kuciptakan dengan kedua tanganKu" [Shaad :75]<br />
<br />
Kaum Salaf menjelaskan bahawa : Allah mempunyai tangan tetapi tidak sama dengan tangan kita. Ini merupakan satu bentuk takwil. Sebab apa yang difahami menurut bahasa arab bahawa 'tangan' adalah sebahagian dari anggota badan, Jika tangan tersebut dinafikan, dan Tangan Allah tidak sama dengan tangan makhluk, maka tidak dapat tidak ia merupakan satu keadah takwilan, atau TAKWIL IJMALI yang tidak disebut sebagai takwil.<br />
<br />
Ahli takwil misalnya melarang manusia mengatakan Allah di langit kerana ingin mensucikan sifat-sifat Allah swt. Begitu juga ahli hadith melarang mempersoalkan makna "Allah di atas langit" dengan bermaksud beriman dengan sifat Allah sebagaimana ia mensifatkan dirinya. Ibn Taimiyah rh dan Ibn Qayyim mengatakan bahawa ARAH (di atas, kiri, kanan, bawah) membawa maksud dinisbahkan, dan bukan hakikat, Ini juga yang di maksudkan takwilan dari aspek yang berlainan. WA.<br />
-------------------<br />
<br />
Syiekh al-Qaradhawi menyatakan bahawa manhaj takwil merupakan anutan jumhur umat Islam. Mereka melakukan takwil sesuai dengan kehendak akal, dan bukan sebab mereka kurang pengetahuan agama. Dikalangan mereka merupakan Imam-Imam yang terbilang didalam agama Islam. Mereka ini terdiri dari pengikut Asya'ari, pengikut Imam Malik, pengikut Imam al-Syafie, beberapa dikalangan pengikut Mathuridiyyah dan juga Imam Hanafi. Begitu juga dengan kebanyakkan mufassirin (ahli tafsir) merupakan ahli takwil; termasuklah al-Qurthubi. al-Baidhawi, al-Alusi, Sayid Qutb, al-Maraghi, al-Syabuni dan ramai lagi.<br />
<br />
Bahkan al-Qaradhawi berpendapat bahawa Ibn Jarir al-Thabari dan Ibn Kathir melakukan takwil kepada beberapa ayat-ayat sifat. WA.<br />
<br />
Sekian, wassalam<br />
<br />
Ringkasan dari buku - Syiekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi. Fushul fi al-Aqidati baina al-Salafi wa al-Khalafi Kaherah : Maktabah Wahbah, 2005. ms 145-148.<br />
----------------------<br />
(sambungan)<br />
<br />
al-Qaradhawi memilih penggunaan takwil jika tafsirannya hampir dan boleh diterima pakai. Pendapat demikian dipilih oleh Ibn Abdissalam dan Ibn Daqiq Al-Id. Mereka akan memilih pandangan salaf jika takwil itu tidak sampai dan tidak boleh diterima.<br />
<br />
Lebih-lebih lagi pada zaman sekarang, takwil seperti ini diperlukan apabila melakukan penterjemahan al-Quran didalam bahasa-bahasa selain dari Arab. Ada pengistilahan yang tidak boleh didiamkan lebih-lebih lagi kepada orang asing yang memerlukan penjelasan.<br />
<br />
Berikut adalah beberapa contoh beberapa penggunaan takwil yang dilakukan oleh Ibn Kathir rh.<br />
<br />
1. Maksud TANGAN :-<br />
<br />
a. Firman Allah swt :-<br />
<br />
<div dir="rtl">Þõáú Åöäøó ÇáúÝóÖúáó ÈöíóÏö Çááøóåö </div dir="ltr">"...Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya limpah kurnia itu adalah di tangan Allah,..." [Aa-Imran : 73].<br />
<br />
Berkata Ibn Kathir :<br />
<br />
"Maksudnya semua perkara dibawah perlaksanaannya, dia menahan dan memberi kepada sesiapa yang dia kehendaki, dengan Iman dan Ilmu dan seluruhan perlaksanaannya kepada sesiapa yang dia kehendaki, menyesatkan, membutakan penglihatan, menutup hati dan pendengaran, dan menjadikan penglihatan mereka kelabu, dan kepadanya yang mempunyai hujah yang sempurna dan hikmah yang agung"<br />
<br />
b. Firman Allah swt :-<br />
<br />
"Dan orang-orang Yahudi itu berkata: "Tangan Allah terbelenggu"" [al-Maaidah : 64]<br />
<br />
Berkata Ibn Kathir :<br />
<br />
'Berkata Ali bin Abi Thahah : dari Ibn Abbas, (Firman Allah) - "Dan orang-orang Yahudi itu berkata: "Tangan Allah terbelenggu", dia berkata bahawa tidak bermaksud tangan Alah terbelenggu, akan tetapi BAKHIL, yakni dia menahan dari memberi perkara yang dia miliki (dia bakhil), Maha Suci Tuhan dari perkataan mereka dengan setinggi-tingginya"<br />
<br />
2. maksud DEKAT.<br />
<br />
a. Firman Allah swt :-<br />
<br />
"Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, " - [Qaf : 16]<br />
<br />
Berkata Ibn Kathir rh :-<br />
<br />
"Maksudnya MALAIKAT lebih dekat kepada manusia dari urat lehernya, dan jika seseorang mentakwil dengan ilmu maka dia telah terselamat (escape) dari tidak melakukan HULUL (kesatuan/union) atau ITTIHAAD. Kedua konsep ini DITOLAK secara total dengan KETINGGIAN dan KESUCIAN Allah, akan tetapi Lafaz juga tidak menunjukkan perkara tersebut, dia (Allah) tidak mengatakan : Aku lebih dekat padanya dari urat leher mereka, tetapi lebih dekat padanya dari urat leher mereka"<br />
<br />
Perkataan kami di takwilkan kepada malaikat. Begitu juga dengan surah al-Waqi'ah ayat 85, beliau menyebut bahawa sebagaimana Ibn Taimiyah mentafsirkan kami sebagai malaikat.<br />
<br />
3. maksud BERSAMA :-<br />
<br />
a. Firman Allah swt :-<br />
<br />
"Allah berfirman: Janganlah kamu takut, sesungguhnya Aku ada bersama-sama kamu; Aku mendengar dan melihat segala-galanya. "<br />
<br />
Berkata Ibn Kathir :-<br />
<br />
"ia itu : kamu berdua yang takut, kerana sesungguhnya Aku bersama kamu mendengar perkataan kamu dan perkataannya, dan melihat tempat kamu dan tempatnya, Tidak ada sesuatu yang lupt dariKu, dan ketahuilah bahawa ubun-ubunnya berada ditanganKu, maka tidak akan berkata-kata, bernafas, kekuatan, melainkan dengan izinku serta pemerintahanku, dan aku bersama kamu menjaga, memberi pertolongan dan menyokong kamu"<br />
<br />
b. Firman Allah swt :-<br />
<br />
"Dia tetap bersama-sama kamu di mana sahaja kamu berada" [surah al-Hadid : 4]<br />
<br />
Berkata Ibn Kathir :-<br />
<br />
"iaitu di menguasai kamu didalam pekerjaan kamu dimana sahaja kamu dan dimana sahaja kamu berada"<br />
<br />
Bersama disini membawa maksud pengawasan Allah terhadap manusia.<br />
---------<br />
<br />
Demikian merupakan beberapa petikan yang diambil dari buku al-Qardhawi yang merujuk kepada tafsir Ibn Kathiri aitu Tafsir al-Quran al-Azhim, yang jelas menunjukkan Ibn Kathir yang bermanhaj salaf ada mentakwil ayat al-Quran, dan boleh diterima pakai penakwilannya. WA.<br />
<br />
Sekian, wassalamaizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-33182923627506014002009-02-03T19:06:00.000+08:002009-02-03T19:07:36.737+08:00Mengkompromikan Firman Allah Dalam Surat Al-An'Am: 125Cara Mengkompromikan Firman Allah Dalam Surat Al-An'Am: 125<br />
<br />
Pertanyaan:<br />
<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : " Tentang bagaimana mengkompromikan antara firman Allah Ta'ala : "Maka barangsiapa dikehendaki Allah untuk menunjukkannya, Dia akan melapangkan dadanya kepada Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah untuk menyesatkannya, Dia akan menjadikan dadanya sempit lagi sesak, seolah-olah ia sedang naik ke langit" [Al-An'am : 125]<br />
<br />
Dengan firman-Nya : "Maka barangsiapa yang ingin beriman, hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir" [Al-Kahfi : 29]<br />
<br />
Jawaban:<br />
<br />
Mengkompromikan di antara kedua ayat itu adalah sebagai berikut ; Allah Ta'ala memberitahukan dalam sebagian ayat-Nya bahwa semua urusan ada dalam kekuasaan-Nya. Dan dalam sebagian ayat lainnya memberitahukan bahwa semua perkara itu kembali kepada mukallaf. Mengkompromikannya begini : setiap mukallaf memiliki kehendak, ikhtiar dan kemampuan. Sementara yang menciptakan kehendak, ikhtiar dan kemampuan tersebut adalah Allah Azza wa Jalla. Maka tidak mungkin seorang makhluk memiliki kehendak kecuali dengan kehendak Allah.<br />
<br />
Allah Ta'ala berfirman tentang penjelasan kompromi ini.<br />
<br />
"Artinya : Yaitu bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam" [At-Takwir : 28-29]<br />
<br />
Akan tetapi kapan Allah berkehendak untuk menunjuki manusia atau menyesatkannya ? Inilah yang dimaksud oleh firmannya.<br />
<br />
"Artinya : Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (jannah). Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar" [Al-Lail : 5-10]<br />
<br />
Dan baca firman Allah Ta'ala.<br />
<br />
"Artinya : Maka tatkala mereka berpaling, Allah palingkan hati mereka dan Allah tidak menunjuki kaum yang fasik" [Ash-Shaf : 5]<br />
<br />
Anda mendapati bahwa sebab sesatnya seorang hamba adalah karena dirinya sendiri. Dan Allah Ta'ala ketika itu menciptakan kehendak pada dirinya untuk berbuat buruk karena ia menghendaki keburukan. Adapun orang yang menghendaki kebaikan lalu berusaha dan berkeinginan kuat memperolehnya, maka Allah akan memudahkannya kepada kebaikan. Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bercerita kepada sahabat-sahabatnya bahwa tidak ada seorangpun kecuali telah ditetapkan tempat duduknya di neraka, para sahabat bertanya : Apakah tidak sebaiknya kami menyerah kapada ketetapan itu dan kami tidak beramal ? Nabi menjawab : Jangan. Beramallah kalian, karena tiap-tiap orang dimudahkan sesuai penciptaannya. Nabipun lalu membaca ayat ini : "Dan adapun orang yang memberi dan bertakwa ..dst".<br />
<br />
Ketahuilah wahai saudaraku, tidak mungkin terdapat pertentangan dalam kalamullah atau dalam hadits shahih selamanya. Maka apabila anda mendapati dua nash yang dhahirnya tampak bertentangan, perhatikanlah kembali. Niscaya perkaranya mejadi jelas bagi anda. Jika anda tidak mengetahuinya, anda wajib bertawaquf dan menyerahkan perkara itu kepada ahlinya. Dan Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.<br />
<br />
<br />
<br />
Disalin kitab Al-Qadha' wal Qadar edisi Indonesia.<br />
Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar<br />
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin'<br />
Terbitan: Pustaka At-Tibyan, penterjemah Abu Idrisaizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-52493840887699095782009-02-03T19:05:00.001+08:002009-02-03T19:06:18.946+08:00Jika Perbuatan Orang Kafir Itu Telah Ditulis Mengapa Dia Disiksa?Pertanyaan:<br />
<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Apakah perbuatan orang-orang kafir telah tertulis di Lauh Mahfudz ? Apabila benar, maka bagaimana Allah menyiksa mereka ..?"<br />
<br />
<br />
Jawaban.<br />
<br />
Benar, perbuatan orang-orang kafir telah tertulis sejak zaman azali, bahkan perbuatan semua manusia telah tertulis sejak dia berada di perut ibunya, sebagaimana tertuang dalam hadits shahih dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu ia berkata ; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang benar lagi dibenarkan) bercerita kepada kami.<br />
<br />
"Artinya : Sesungguhnya salah seorang di antara kamu dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama empat puluh hari berbentuk nutfah, kemudian menjadi 'alaqah selama empat puluh hari pula, kemudian menjadi mudhghah selama empat puluh hari pula. Lalu diutuslah kepadanya seorang malaikat, dan diperintahkan dengan empat kalimat untuk menulis rezekinya, ajalnya, amalannya, celaka atau bahagia".<br />
<br />
Maka perbuatan orang-orang kafir telah tertulis di sisi Allah Azza wa Jalla, telah diketahui oleh Allah 'Azza wa Jalla sejak zaman azali dan orang yang berbahagia telah diketahui pula oleh Allah sejak zaman azali. Akan tetapi barangkali ada yang bertanya-tanya bagaimana mereka akan diadzab padahal Allah telah menetapkan atas mereka akan hal itu sejak zaman azali.?<br />
Jawaban kami.<br />
<br />
Mereka disiksa karena hujjah telah sampai kepada mereka, jalan kebenaran telah dijelaskan, lalu para rasul telah diutus kepada mereka, kitab-kitabnyapun telah diuturunkan. Juga telah dijelaskan petunjuk dan kesesatan dan mereka diberi motivasi untuk menempuh jalan petunjuk, sekaligus menjauhi jalan yang sesat. Mereka memiliki akal dan kehendak ; mereka memiliki kemampuan untuk berikhtiar. Oleh karena itu kita mendapati orang-orang kafir ini dan juga selain mereka, berusaha meraih kemaslahatan dunia dengan kehendak dan ikhtiarnya. Kita tidak mendapati seorangpun dari mereka berupaya meraih sesuatu yang membahayakan di dunia atau meremehkan dan bermalas-malasan dalam perkara yang bermanfaat baginya, lalu ia mengatakan : ini telah tertulis sebagai jatahku. Maka selalunya setiap orang akan berusaha meraih manfaat bagi dirinya. Dengan demikian, seharusnya mereka berusaha meraih manfaat dalam urusan-urusan agama mereka sebagaimana mereka berusaha keras meraih manfaat dari urusan dunianya. Tidak ada perbedaan di antara keduanya, bahkan penjelasan tentang kebaikan dan keburukan dalam urusan agama di dalam kitab-kitab suci yang diturunkan kepada para rasul lebih banyak dan lebih besar daripada penjelasan tentang urusan-urusan dunia. Maka kewajiban mereka adalah menempuh jalan yang menghatarkannya kepada keselamatan dan kebahagiaan, bukan menempuh jalan yang menyerempet mereka pada kebinasaan dan kesengsaraan.<br />
<br />
Kemudian kami katakan, ketika si kafir memilih kekafiran sama sekali tidak merasa ada orang yang memaksanya. Bahkan perasaannya mengatakan bahwa bahwa ia melakukan hal itu dengan kehendak dan ikhtiarnya. Maka apakah ketika memilih kekufuran ia tahu apa yang telah ditetapkan Allah untuk dirinya .? Jawabannya, tentu tidak. Karena kita tidak mengetahui bahwa sesuatu telah ditetapkan terjadi pada kita kecuali sesudah terjadi. Adapun sebelum terjadi, kita tidak mengetahui apa yang telah ditetapkan untuk kita karena hal ini termasuk perkara ghaib.<br />
<br />
Selanjutnya, sekarang kami katakan kepada orang itu : sebelum terjerumus kepada kekafiran, di depan anda ada dua perkara ; hidayah dan kesesatan. Lalu mengapa anda tidak menempuh jalan hidayah dengan anggapan bahwa Allah telah menetapkannya untukmu ? Mengapa anda menempuh jalan sesat lalu setelah menempuhnya anda beralasan bahwa Allah telah menetapkannya ? Kami tegaskan kepada anda sebelum memasuki jalan ini ; apakah anda mempunyai pengetahuan bahwa hal ini telah ditetapkan kepadamu ? ia pasti menjawab : "Tidak". Dan mustahil jawabannya : "Ya". Jadi apabila ia mengatakan : "Tidak". Kami tegaskan lagi ; kalau begitu mengapa anda tidak menempuh jalan hidayah seraya menganggap bahwa Allah telah menetapkan hal itu kepadamu. Oleh karena itu, Allah Ta'ala berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Maka tatkala mereka berpaling dari kebenaran, Allah memalingkan hati mereka" [Ash-Shaf : 5]<br />
<br />
Allah Azza wa Jalla juga berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (jannah). Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar[i]" [Al-Lail :5-10]<br />
<br />
Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahu para sahabat bahwa tidak ada seorangpun kecuali telah dicatat tempat duduknya di jannah dan tempat duduknya di neraka, para sahabat bertanya ; wahai Rasulullah, apakah kami boleh meninggalkan amalan dan bersandar pada apa yang telah ditetapkan ? Beliau bersabda.<br />
<br />
"Artinya : [i]Tidak, beramallah kelian, karena tiap-tiap orang dimudahkan kepada sesuatu yang diciptakan baginya"<br />
<br />
Sesudah itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca firman Allah.<br />
<br />
"Artinya : Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik. Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka kelak kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar".<br />
<br />
Inilah jawaban kami atas pertanyaan yang disampaikan oleh penanya tadi, dan betapa banyaknya orang yang beralasan seperti tadi dari kalangan orang-orang yang sesat. Alangkah anehnya mereka karena mereka sama sekali tidak pernah beralasan dengan yang semisal ini dalam masalah-masalah dunia. Bahkan anda mendapati mereka menempuh sesuatu yang lebih bermanfaat bagi mereka dalam persoalan-persoalan duniawi. Manakala dikatakan kepada seseorang ; jalan yang ada dihadapanmu ini adalah jalan yang sulit lagi rumit, di sana ada para pencuri dan banyak binatang buas, sedangkan ini jalan kedua, jalan yang mudah, ringan dan aman, tidak mungkin seseorang menempuh jalan yang pertama dan meninggalkan jalan yang kedua. Demikian pula dengan dua jalan ; jalan neraka dan jalan jannah. Para rasul menjelaskan jalan ke jannah lalu mereka mengatakan : inilah jalan ke jannah. Mereka juga mejelaskan jalan ke neraka lalu menegaskan : inilah jalan menuju neraka. Mereka memperingatkan dari jalan yang kedua dan menganjurkan untuk menempuh jalan pertama. Sementara para pendurhaka beralasan dengan qadha Allah dan Qadar-Nya -padahal mereka tidak mengetahuinya- atas kemaksiatan dan kejahatan yang mereka lakukan dengan ikhtiarnya dan dalam hal ini mereka tidak memiliki hujjah di sisi Allah Ta'ala.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-32867891955343181592009-02-03T19:04:00.000+08:002009-02-03T19:05:03.136+08:00Apakah Rezki dan Jodoh Telah Di Tulis Di Lauh MahfudzPertanyaan:<br />
<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Apakah rezqi dan jodoh juga telah tertulis di Lauh Mahfudz ?".<br />
<br />
Jawaban:<br />
<br />
Segala sesuatu sejak awal terciptanya Qalam sampai tiba hari Qiyamat telah tertulis di Lauh Mahfudz, karena sejak permulaan menciptakan Qalam Allah telah berfirman kepadanya : "Tulislah", Dia (Qalam) bertanya : "Wahai Rabb-ku, apa yang harus aku tulis?" Allah berfirman : "Tulislah segala sesuatu yang terjadi". Kemudian dia (Qalam) menulis segala sesuatu yang terjadi sampai hari kiamat. Juga diriwayatkan dari Nabi :<br />
<br />
"Artinya : Sesungguhnya janin yang ada dalam kandungan ibunya ketika telah melewati umur empat bulan, maka Allah mengutus Malaikat kepadanya yang meniupkan roh dan menulis rizqi, ajal, amal dan apakah dia celaka atau bahagia".<br />
<br />
Rezqi juga telah tertulis dan ditakdirkan beserta sebab-sebabnya, tidak bertambah dan tidak berkurang. Sebagian dari sebab-sebab (rezqi) adalah pekerjaan manusia untuk mencari rezqi, sebagaimana firman Allah :<br />
<br />
"Artinya : Dia (Allah) adalah Tuhan yang telah menjadikan bumi tunduk (kepadamu), maka berjalanlah dia atas pundaknya dan makanlah sebagian rezqi-Nya dan kepada-nyalah tempat kembali" [Al-Maidah : 15]<br />
<br />
Sebagian dari sebab-sebab rezqi lagi adalah menyambung persaudaraan (sillaturrahim), termasuk berbuat baik kepada kedua orang tua dan menyambung hubungan keluarga, karena Nabi telah bersabda.<br />
<br />
"Artinya : Barangsiapa ingin dilapangkan rezqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung persaudaraan (sillaturrahim).<br />
<br />
Sebagian sebab-sebab rezqi lagi adalah bertaqwa kepada Allah, sebagaimana firman Allah.<br />
<br />
"Artinya : Barangsiapa bertaqwa, maka Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezqi dengan tanpa disangka-sangka" [Ath-Thalaq : 2-3]<br />
<br />
Janganlah anda mengatakan : "rezqi telah tertulis dan terbatasi dan aku tidak akan melakukan sebab-sebab untuk mencapainya". Karena pernyataan tersebut adalah suatu kelemahan. Sedangkan yang disebut kepandaian adalah kamu tetap berupaya mencari rezqi dan sesuatu yang bermanfaat bagimu, baik untuk agamamu maupun untuk duniamu. Nabi bersabda.<br />
<br />
"Artinya : Seorang yang pandai adalah orang yang mengoreksi dirinya dan beramal untuk bekal setelah mati, sedangkan orang yang lemah adalah orang hanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan"<br />
<br />
Sebagaiamana rezqi telah tertulis dan ditaqdirkan bersama sebab-sebabnya, maka jodoh juga telah tertulis (beserta sebab-sebabnya). Masing-masing dari suami istri telah tertulis untuk menjadi jodoh bagi yang lain. Bagi Allah tidak rahasia lagi segala sesuatu, baik yang ada di bumi maupun di langit.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-11381151819445856242009-02-03T19:03:00.001+08:002009-02-03T19:04:16.404+08:00Bagaimana Allah Menyiksa Manusia Sedang Itu semua Sudah Ditentukan AllahPertanyaan:<br />
<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Ada polemik yang dirasakan sebagian manusia, yaitu bagaimana Allah akan menyiksa karena ma'siyat, padahal telah Dia takdirkan hal itu atas manusia ?"<br />
<br />
Jawaban:<br />
<br />
Sebenarnya hal ini bukanlah polemik. Langkah manusia untuk berbuat jahat kemudian dia disiksa karenanya bukanlah persoalan yang sulit. Karena langkah manusia pada berbuat jahat adalah langkah yang sesuai dengan pilihannya sendiri dan tidak ada seorangpun yang mengacungkan pedang di depannya dan mengatakan : "Lakukanlah perbuatan munkar itu", akan tetapi dia melakukannya atas pilihannya sendiri. Allah telah berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Sesungguhnya Aku telah memberi petunjuk kepadanya pada jalan (yang benar), maka adakalanya dia bersyukur dan adakalanya dia kufur" [Al-Insan : 3]<br />
<br />
Maka baik kepada mereka yang bersyukur maupun yang kufur, Allah telah menunjukkan dan menjelaskan tentang jalan (yang benar). Akan tetapi sebagian manusia ada yang memilih jalan tersebut dan sebagian lagi ada yang tidak memilihnya. Penjelasan (Allah) tersebut pertama dengan Ilzam (keharusan/kepastia logis) dan kedua dengan Bayan (penjelasan).<br />
<br />
Dalam hal Ilzam, maka kita dapat mengatakan kepada seseorang : Amal duniawi dan amal ukhrawimu sebenarnya sama dan seharusnya anda memperlakukan keduanya secara sama. Sebagai hal yang maklum adalah apabila ditawarkan kepadamu dua pekerjaan duaniawi yang telah direncanakan. Yang pertama kamu yakini mengandung kabaikan untuk dirimu dan yang kedua merugikan dirimu. Maka pastilah anda akan memilih pekerjaan pertama yang merupakan pekerjaan terbaik dari dua rencana di atas dan tidak mungkin anda memilih pekerjaan kedua, yang merupakan pilihan terburuk lalu anda mengatakan : "Qadar (Allah) telah menetapkan saya padanya (piliha kedua). Dengan demikian, apa yang telah anda tetapkan dalam menempuh jalan dunia semestinya anda lakukan dalam menempuh jalan ukhrawi. Kita dapat mengatakan : Allah telah menawarkan di hadapanmu dua amal akhirat, yaitu amal buruk yang berupa amal-amal yang menyalahi syara' dan amal shalih yang berupa amal-amal yang sesuai dengan syara'. Maka apabila dalam berbagai pekerjaan duniawi anda memilih perbuatan yang baik, mengapa anda tidak memilih amal baik dalam amal akhirat. Karena itu, seharusnya anda memilih amal baik di dalam mencari akhirat sebagaimana anda harus memilih pekerjaan baik dalam mencari dunia. Inilah cara Ilzam.<br />
<br />
Adapun cara Bayan, maka kita dapat mengatakan bahwa kita semua tidak tahu apa yang telah ditakdirkan Allah kepada kita. Allah berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Setiap diri tidak mengetahui apa yang akan dia kerjakan besok" [Luqman : 34]<br />
<br />
Maka ketika seseorang melakukan suatu perbuatan, berarti dia melakukannya atas pilihannya sendiri dan bukan karena mengetahui bahwa Allah telah mentakdirkan perbuatan tersebut kepadanya. Oleh karena itu, sebagian ulama' mengatakan : "Sesungguhnya Qadar itu rahasia yang tertutup". Dan kita semua tidak pernah mengetahui bahwa Allah telah mentakdirkan begitu, kecuali bila perbuatan tersebut telah terjadi. Dengan demikian, ketika kita melakukan sesuatu perbuatan, maka bukan berarti kita melakukannya atas dasar bahwa perbuatan tersebut telah ditetapkan bagi kita. Akan tetapi kita melakukannya berdasarkan pilihan kita sendiri dan ketika telah terjadi maka kita baru tahu bahwa Allah telah mentakdirkannya untuk kita.<br />
<br />
Oleh karena itu, manusia tidak bisa beralasan dengan takdir kecuali setelah terjadinya perbuatan tersebut. Disebutkan dari Amirul Mu'minin, Umar bin Kahtthab, sebuah kisah (mungkin benar dari beliau mungkin tidak) bahwa seorang pencuri yang telah memenuhi syarat potong tangan dilaporkan kepada beliau. Ketika Umar menyuruh untuk memotong tangannya, dia mengatakan : "Tunggu dulu hai Amirul Mu'minin, demi Allah aku tidak mencuri itu kecuali karena Qadar Allah". Umar mengatakan : "Aku tidak akan memotong tanganmu kecuali karena Qadar Allah". Maka Umar berargumentasi dengan argumentasi yang digunakan pencuri tersebut tentang kasus pencurian terhadap harta orang-orang Islam. Padahal Umar bisa berargumentasi dengan Qadar dan Syari'at, karena beliau diperintahkan untuk memotong tangannya. Adapun dalam kasus tersebut, beliau berargumentasi dengan Qadar karena argumentasi tersebut lebih tepat mengenai sasaran.<br />
<br />
Berdasarkan hal itu, maka seseorang tidak lagi berargumentasi dengan Qadar untuk berbuat ma'siyat kepada Allah dan dalam kenyataannya dia memang tidak punya alasan dalam hal di atas. Allah berfirman.<br />
<br />
"Artinya : (Aku telah mengutus) para rasul yang membawa berita gembira dan memberi peringatan agar manusia tidak punya alasan/argumentasi kepada Allah setelah adanya para rasul" [An-Nisa : 165]<br />
<br />
Sementara semua amal manusia, setelah datangnya para rasul, tetap terjadi atas Qadar Allah. Walaupun Qadar bisa dijadikan argumentasi akan tetapi selalu bersama-sama dengan terutusnya para rasul selamanya. Dengan demikian jelas bahwa tidak layak berbuat ma'siyat dengan alasan Qadha' dan Qadar Allah, karena dia tidak dipaksa untuk melakukannya.<br />
<br />
Semoga Allah memberi Taufiq.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-84121053673869170552009-02-03T19:02:00.001+08:002009-02-03T19:03:24.760+08:00Apakah Do'a Bisa Mengubah Ketentuan?Pertanyaan:<br />
<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Apakah do'a berpengaruh merubah apa yang telah tertulis untuk manusia sebelum kejadian?"<br />
<br />
Jawaban:<br />
<br />
Tidak diragukan lagi bahwa do'a berpengaruh dalam merubah apa yang telah tertulis. Akan tetapi perubahan itupun sudah digariskan melalui do'a. Janganlah anda menyangka bila anda berdo'a, berarti meminta sesuatu yang belum tertulis, bahkan do'a anda telah tertulis dan apa yang terjadi karenanya juga tertulis. Oleh karena itu, kita menemukan seseorang yang mendo'akan orang sakit, kemudian sembuh, juga kisah kelompok sahabat yang diutus nabi singgah bertamu kepada suatu kaum. Akan tetapi kaum tersebut tidak mau menjamu mereka. Kemudian Allah mentakdirkan seekor ular menggigit tuan mereka. Lalu mereka mencari orang yang bisa membaca do'a kepadanya (supaya sembuh). Kemudian para sahabat mengajukan persyaratan upah tertentu untuk hal tersebut. Kemudian mereka (kaum) memberikan sepotong kambing. Maka berangkatlah seorang dari sahabat untuk membacakan Al-Fatihah untuknya. Maka hilanglah racun tersebut seperti onta terlepas dari teralinya. Maka bacaan do'a tersebut berpengaruh menyembuhkan orang yang sakit.<br />
<br />
Dengan demikian, do'a mempunyai pengaruh, namun tidak merubah Qadar. Akan tetapi kesembuhan tersebut telah tertulis dengan lantaran do'a yang juga telah tertulis. Segala sesuatu terjadi karena Qadar Allah, begitu juga segala sebab mempunyai pengaruh terhadap musabab-nya dengan izin Allah. Maka semua sebab telah tertulis dan semua musabab juga telah tertulis.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-21604717490157034352009-02-03T19:01:00.000+08:002009-02-03T19:02:11.970+08:00Hukum Ridha' Terhadap QadarPertanyaan:<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Bagaimana hukum ridha (rela) kepada Qadar? dan apakah do'a itu bisa menolak Qadha?<br />
<br />
Jawaban:<br />
Ridha pada Qadar hukumnya wajib, karena ha itu termasuk kesempurnaan ridha akan rububiyah Allah. Maka setiap mu'min harus ridha pada Qadha' Allah. Akan tetapi Muqadha (sesuatu yang diqadha') masih perlu dirinci, karena sesuatu yang diqadha berbeda dengan Qadha itu sendiri. Qadha adalah perbuatan Allah, sedangkan sesuatu yang diqadha' adalah sesuatu yang dikenai Qadha'. Maka Qadha' yang merupakan perbuatan Allah harus kita relakan dan dalam kondisi apapun kita tidak boleh membencinya selamanya.<br />
<br />
Adapun sesuatu yang diqadha' terbagi menjadi tiga macam.<br />
<br />
1. Wajib direlakan<br />
2. Haram direlakan.<br />
3. Disunnahkan untuk direlakan<br />
<br />
Sebagai contoh, perbuatan ma'siyat adalah sesuatu yang diqadha oleh Allah dan ridha pada kemasyiatan hukumnya haram, sekalipun dia terjadi atas Qadha Allah. Maka barangsiapa melihat pada kema'siyatan, maka dia harus rela dari sisi Qadha' yang telah lakukan Allah dan harus mengatakan bahwa Allah Maha Bijaksana dan kalau kebijakan-Nya tidak menentukan ini, maka dia tidak akan pernah terjadi. Adapun dari sisi sesuatu yang diqadha', maka perbuatan tersebut wajib tidak direlakan dan wajib menghilangkan kema'siyatan tersebut dari dirimu sendiri dan orang lain.<br />
<br />
Sebagian dari sesuatu yang diqadha' harus direlakan, seperti kewajiban syar'iyah, karena Allah telah menentukannya secara riil dalam syar'iyah. Maka kita harus merelakannya, baik dari sisi Qadha'nya maupun sesuatu yang diqadha'.<br />
<br />
Bagian ketiga disunnahkan untuk merelakannya dan diwajbkan bersabar karenanya, yaitu berbagai musibah yang terjadi, Maka semua musibah yang terjadi, menurut para ulama, disunnahkan untuk merelakan dan tidak diwajibkan. Akan tetapi wajib bersabar karenanya. Perbedaan antara sabar dan rela adalah bahwa dalam sabar seseorang tidak menginginkan apa yang terjadi, akan tetapi dia tidak mencoba sesuatu yang menyalahi syara' dan menghilangkan kesabaran, sedangkan rela adalah seseorang tidak membenci apa yang terjadi, sehingga terjadinya atau tidak terjadinya baginya sama saja. Inilah perbedaan antara rela dengan sabar. Oleh karena itu, para ulama Jumhur mengatakan : "Sesungguhnya sabar itu wajib, sedangkan rela itu disunnahkan".<br />
<br />
Adapun pertanyaan : "Apakah do'a itu dapat menolak Qadha", maka jawabnya demikian :<br />
<br />
Sebenarnya do'a merupakan sebab teraihnya sesuatu yang dicari dan dalam kenyataannya, do'a dapat menolak Qadha dan tidak dapat menolaknya sekaligus. Artinya terdapat dua sisi pandang dalam do'a. Sebagai contoh orang sakit terkadang berdo'a kepada Allah (untuk disembuhkan), kemudian sembuh. Maka dalam hal ini, seandainya ia tidak berdo'a, maka dia akan tetap sakit, akan tetapi dengan do'a tersebut dia menjadi sembuh. Hanya saja kita dapat mengatakan bahwa Allah telah menetapkan, sembuhnya penyakit tersebut dengan lantaran do'a dan ini telah tertulis/tersurat. Maka do'a tersebut secara lahir dapat menolak Qadar, di mana manusia meyakini bahwa kalau tidak ada do'a tersebut, maka penyakit tersebut akan tetap diderita. Akan tetapi, hakikatnya, do'a tersebut tidak menolak Qadha', karena pada dasarnya do'a tersebut juga telah tertulis (ditakdirkan) dan kesembuhan tersebut akan terjadi dengannya. Inilah Qadar yang sebenarnya telah tertulis di zaman azali. Demikianlah, sehingga segala sesuatu pasti melalui sebab dan sebab tersebut telah dijadikan Allah sebagai sebab teraihnya dan sesuatu itu semua telah tertulis sejak zaman azali sebelum terjadi.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-3394141154439375542009-02-03T19:00:00.000+08:002009-02-03T19:01:30.933+08:00Apakah Manusia Diberikan Kebebasan MemilihPertanyaan:<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Apakah manusia dibebaskan memilih atau dijalankan?".<br />
<br />
Jawaban:<br />
Penanya seharusnya bertanya pada diri sendiri ; Apakah dia merasa dipaksa oleh seseorang untuk menanyakan pertanyaan ini, apakah dia memilih jenis mobil yang dia inginkan ? dan berbagai pertanyaan semisalnya. Maka akan tampak jelas baginya jawaban tentang apakah dia dijalankan atau dibebaskan memilih.<br />
<br />
Kemudian hendaknya dia bertanya kepada diri sendiri ; Apakah dia tertimpa musibah atas dasar pilihannya sendiri ? Apakah dia tertimpa penyakit atas dasar pilihannya ? Apakah dia mati atas dasar pilihannya sendiri ? dan berbagai pertanyaan semisalnya. Maka akan jelas baginya jawaban tentang apakah dia dijalankan atau dibebaskan memilih.<br />
<br />
Jawabnya<br />
<br />
Sesungguhnya segala perbuatan yang dilakukan oleh orang yang memiliki akal sehat jelas dia lakukan atas dasar pilihannya. Simaklah firman Allah.<br />
<br />
"Artinya : Maka barangsiapa menghendaki, maka dia mengambil jalan menuju Rabb-Nya" [An-Naba : 39]<br />
<br />
Dan firman Allah.<br />
<br />
"Artinya : Sebagian dari kamu ada orang yang menghendaki dunia dan sebagian dari kamu ada orang yang menghendaki akhirat" [Ali-Imran : 152]<br />
<br />
Dan firman Allah.<br />
<br />
"Artinya : Barangsiapa menghendaki akhirat dan menempuh jalan kepadanya dan dia beriman, maka semua perbuatannya disyukuri (diterima)". [Al-Isra' : 19]<br />
<br />
Dan firman-Nya.<br />
<br />
"Artinya : Maka dia diwajibkan membayar fidyah, berupa puasa atau sedekah atau hajji" [Al-Baqarah : 196]<br />
<br />
Di mana dalam ayat fidyah di atas, pembayar fidyah diberi kebebasan memilih apa yang akan dibayarkan.<br />
<br />
Akan tetapi, apabila seseorang menghendaki sesuatu dan telah melaksanakannya, maka kita tahu bahwa Allah telah menghendaki hal itu, sebagaimana firman-Nya.<br />
<br />
"Artinya : Sungguh barangsiapa dari kamu menghendaki beristiqomah, maka kamu tidak akan berkehendak kecuali Allah Rabb sekalian alam menghendakinya" [At-Takwir : 29]<br />
<br />
Maka sebagai kesempurnaan rububiyah-Nya, tidak ada sesuatupun terjadi di langit dan di bumi melainkan karena kehendak Allah Ta'ala.<br />
<br />
Adapun segala sesuatu yang menimpa seseorang atau datang darinya dengan tanpa pilihannya, seperti sakit, mati dan berbagai bencana, maka semua itu murni karena Qadar Allah dan manusia tidak punya kebebasan memilih dan berkehendak.<br />
<br />
Semoga Allah memberi Taufiq.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-27812766444207282502009-02-03T18:59:00.001+08:002009-02-03T19:00:39.314+08:00Segala Sesuatu Telah Ditentukan dan Manusia Diberi PilihanPertanyaan:<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Tentang Qadar ; apakah pokok perbuatan telah di takdirkan, sementara manusia diberi kebebasan memilih (punya kebebasan) cara pelaksanaannya ? Sebagai contoh apabila Allah telah mentakdirkan seorang hamba untuk membangun masjid, maka dia pasti membangun masjid, akan tetapi Dia (Allah) membiarkan akalnya untuk memilih cara membangun. Begitu juga, apabila Allah telah mentakdirkan kema'syiatan, maka manusia sudah barang tentu melakukannya, akan tetapi Dia membiarkan akalnya untuk memilih cara melaksanakannya. Ringkasnya manusia itu diberi kebebasan memilih cara melaksanakan sesuatu yang telah ditakdirkan kepadanya. Apakah itu benar ?"<br />
<br />
Jawaban:<br />
Masalah ini (Qadar) memang menjadi pusat perdebatan di kalangan umat manusia sejak zaman dahulu. Oleh karena itu, dalam hal ini mereka dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu dua kelompok saling kontroversial dan satu kelompok sebagai penengah.<br />
<br />
Kelompok Pertama.<br />
Memandang pada keumuman Qadar Allah, sehingga dia buta tentang kebebasan memilih hamba. Dia mengatakan : "Sesungguhnya dia dipaksa dalam segala perbuatannya dan tidak mempunyai kebebasan memilih jalannya sendiri. Maka jatuhnya seseorang dari atap bersama angin dan sebagainya sama dengan turun dari atap tersebut dengan tangga sesuai dengan pilihannya sendiri.<br />
Kelompok Kedua.<br />
<br />
Memandang bahwa seorang hamba melakukan dan meninggalkan sesuatu dengan pilihannya sendiri, sehingga dia buta dari Qadar Allah. Dia mengatakan bahwa seorang hamba bebas memilih semua perbuatannya dan tidak ada hubungannya dengan Qadar Allah.<br />
Kelompok Penengah.<br />
<br />
Maka mereka melihat dua sebab. Mereka memandang pada keumuman Qadar Allah dan sekaligus kebebasan memilih hamba-Nya. Maka mereka mengatakan : "Sesungguhnya perbuatan hamba terjadi karena Qadar Allah dan dengan pilihan hamba itu sendiri. Dia tentu tahu perbedaan antara jatuhnya seseorang dari atap karena angin dan semisalnya dengan turun melalui tangga atas pilihannya sendiri. Yang pertama adalah orang yang melakukannya diluar pilihannya dan yang kedua dengan pilihannya sendiri. Masing-masing dari keduanya terjadi karena Qadha' dan Qadar Allah yang tidak akan terjadi dalam kerajaan-Nya apa yang tidak Dia kehendaki, akan tetapi sesuatu yang terjadi dengan pilihan seorang berhubungan dengan taklif (pembebanan/hukum) dan dia tidak punya alasan Qadar dalam melanggar apa yang telah dibebankan kepadanya, baik berupa perintah maupun larangan. Karena dia melakukan sesuatu yang menyalahi (hukum Allah) dan ketika melakukannya dia belum tahu apa yang ditakdirkan kepadanya. Maka perlakuan tersebut menjadi sebab siksaan, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, ketika dia dipaksa oleh seseorang untuk melakukan sesuatu yang menyalahi (hukum Allah), maka tidak ada hukum dan siksaan atas perbuatan tersebut karena keterpaksaannya, Apabila manusia mengetahui bahwa melarikan diri dari api ke tempat yang lebih aman adalah pilihannya sendiri dan bahwa kedatangan ke rumah bagus, luas dan layak tinggal juga merupakan pilihannya, di sisi lain dia juga meyakini bahwa melarikan diri dan kedatangan tersebut terjadi karena Qadha' dan Qadar Allah. Sedangkan tetap tinggal (di rumah tersebut) sehingga ditelan api dan ketelatannya untuk menempati rumah dapat dikatakan menyia-nyiakan kesempatan yang berakibat penyesalan. Maka kenapa dia tidak memahami ini dalam hal kecerobohannya dengan meninggalkan sebab-sebab yang bisa menyelamatkan dirinya dari neraka akhirat dan menggiringnya untuk masuk jannah.?<br />
<br />
Adapun gambaran bahwa ketika Allah telah mentakdirkan seorang hamba untuk membangun masjid, maka dia pasti akan membangun masjid, akan tetapi Dia (Allah) membiarkan akalnya dalam menentukan cara membangun, adalah gambaran yang kurang tepat. Karena gambaran tersebut mengindikasikan bahwa cara membangun adalah kebebasan akal dan tidak terkait dengan Qadar Allah di dalamnya dan sumber pikiran (untuk membangun) semata-mata karena kekuasaan Qadar dan tidak ada kaitannya pilihan (hamba) di dalamnya. Hal yang benar adalah sumber pikiran membangun merupakan bagian dari pilihan manusia karena dia tidak dipaksakan, sebagaimana dia tidak dipaksa untuk merenovasi rumahnya atau membongkarnya, Akan tetapi munculnya pikiran tersebut, sebenarnya telah ditakdirkan oleh Allah tanpa ia sadari, karena dia belum tahu bahwa Allah telah mentakdirkan apapun kecuali setelah terjadinya, karena Qadar itu rahasia dan tertutup yang tak dapat diketahui kecuali melalui petunjuk Allah dalam bentuk wahyu atau kejadian nyata. Begitu juga cara membangun tetap dalam Qadar Allah, karena Allah telah menetapkan segala sesuatu, baik secara global maupun rinci dan tidak mungkin menusia bisa memilih sesuatu yang tidak dikehendaki dan ditetapkan Allah, akan tetapi bila seseorang memilih sesuatu dan melakukannnya maka dia baru tahu dengan yakin bahwa hal tersebut telah ditetapkan Allah. Dengan demikian, manusia diberi kebebasan memilih berbagai sebab nyata yang telah ditetapkan Allah sebagai sebab terjadinya perbuatan dan ketika melakukannya manusia tidak merasa dipaksa oleh siapapun. Akan tetapi, bila dia telah melakukan perbuatan tersebut berdasarkan sebab-sebab yang telah dijadikan Allah sebagai sebab, maka kita baru tahu dengan yakin bahwa Allah telah menetapkannya (mentadkdirkan), baik secara global maupun rinci.<br />
<br />
Demikian juga, kami bisa berbicara tentang perbuatan ma'siyat manusia, dimana kamu mengatakan : "Sesungguhnya Allah telah mentakdirkan kepadanya perbuatan ma'siyat, sehingga dia pasti melakukannya. Akan tetapi Dia (Allah) membiarkan (menyerahkan) kepada akalnya tentang cara pelaksanaannya".<br />
<br />
Maka dalam hal ini, kami katakan sebagaimana yang telah kami sampaiakan dalam hal pembangunan masjid di atas ; Sesungguhnya Qadar Allah kepadanya untuk melakukan ma'siyat tidak berarti menghilangkan kebebasan (memilih)nya. Karena ketika dia memilih perbuatan tersebut (ma'siyat) dia belum tahu apa yang ditakdirkan Allah kepadanya, lalu dia melakukan perbuatan tersebut sesuai dengan pilihannya dan tidak merasa dipaksa oleh siapapun. Akan tetapi ketika dia telah melakukannya, maka kita baru mengetahui bahwa Allah telah mentakdirkan perbuatan tersebut kepadanya. begitu juga, cara pelaksanaan mas'iyat dan proses menuju ke sana yang terjadi dengan pilihan manusia tidak berarti menghilangkan Qadar Allah. Karena Allah telah mentakdirkan segala sesuatu, baik secara global maupun rinci dan telah menetapkan sebab-sebab menuju ke sana dan seluruh perbuatan-Nya tidak terlepas dari Qadar-Nya dan begitu juga perbuatan hamba-Nya, baik yang bersifat ikhtiyari (sesuai pilihan) maupun idhthirari (terpaksa), Allah berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Apakah kamu belum tahu bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan bumi, sesungguhnya hal itu telah ada dalam Kitab, sesungguhnya itu bagi Allah sangat mudah" [Al-Hajj : 70]<br />
<br />
Allah juga berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Begitu juga Aku telah menjadikan bagi setiap nabi musuh yang berupa syetan-syetan dari bangsa Manusia dan Jin yang sebagian menyampaikan kepada sebagian lain ucapan palsu. Dan apabila Rabb-mu menghendaki, maka mereka tidak melakukannya (kebohongan). Maka tinggalkanlah mereka dan kebohongannya" [Al-An'am : 12]<br />
<br />
Allah juga berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Begitu juga Allah telah menghiasi kebanyakan orang-orang musyrik dengan pembunuhan anak-anak mereka kepada teman-teman mereka untuk menarik mereka dan meremangkan agama mereka. Apabila Allah menghendaki, maka mereka tidak melakukannya. Maka tinggalkanlah mereka dan kebohongan mereka" [Al-An'am : 137]<br />
<br />
Dia juga berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Kalau Allah menghendaki, maka tidaklah saling membunuh orang-orang setelah mereka setelah datang penjelasan kepada mereka. Akan tetapi mereka saling berselisih, sehingga sebagian mereka ada yang beriman dan sebagian ada yang kafir. Kalau Allah menghendaki, maka mereka tidak saling membunuh" [Al-Baqarah : 253]<br />
<br />
Setelah itu, maka sebaiknya seseorang tidak membicarakan dengan diri sendiri atau dengan orang lain tentang persoalan seperti ini yang akan berakibat gangguan dan menimbulkan prasangka adanya pertentangan antara Syari'ah dengan Qadar. Karena hal itu bukanlah merupakan kebiasaan sahabat, padahal mereka orang yang paling semangat untuk mengetahui berbagai kebenaran dan lebih dekat dengan nara sumber dan pemecahan kesedihan. Disebutkan dalam Shahihul Bukhari dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.<br />
<br />
"Artinya : Tak seorangpun dari kamu kecuali telah tertulis tempatnya di surga atau tempatnya di neraka" Kemudian (sahabat) bertanya : "Ya Rasulullah, apakah kita tidak menyerah saja" (Dalam suatu riwayat disebutkan :'Apakah kita tidak menyerah saja pada catatan kita dan meninggalkan amal). Beliau menjawab : "Jangan, beramallah, setiap orang dipermudah (menuju takdirnya)". (Dalam suatu riwayat disebutkan : "Beramallah, karena setiap orang dipermudah menuju sesuatu yang telah diciptakan untuknya"). Orang yang termasuk ahli kebahagian, maka dia dipermudah menuju perbuatan ahli kebahagiaan. Adapun orang yang termasuk ahli celaka, maka dia dipermudah menuju perbuatan ahli celaka". Kemudian beliau membaca ayat : "Adapun orang yang memberi dan bertaqwa dan membenarkan kebaikan, maka Aku akan mempermudahnya menuju kemudahan. Adapun orang yang bakhil dan menumpuk kekayaan dan mebohongkan kebaikan, maka Aku akan mempermudahnya menuju kesulitan".<br />
<br />
Dari hadits di atas, jelaslah bahwa Nabi melarang sikap menyerah pada catatan (takdir) dan meninggalkan beramal, karena tak ada peluang untuk mengetahuinya dan beliau menyuruh hamba untuk berbuat semampu mungkin, yang berupa amal. Beliau mengambil dalil dengan ayat yang menunjukkan bahwa orang yang beramal shalih dan beriman, amal dia akan dipermudah menuju kemudahan. Ini merupakan obat yang berharga dan mujarab, di mana seorang hamba akan mendapatkan puncak kesejahteraan dan kebahagiaannya dengan mendorong untuk beramal shalih yang dibangun di atas landasan iman dan dia akan bergembira dengannya karena ia akan didekatkan dengan taufiq menuju kemudahan di dunia dan akhirat.<br />
<br />
Saya memohon kepada Allah agar memberikan taufiq kepada kita semua untuk melakukan amal shalih dan mempermudah kita menuju kemudahan dan menajauhkan kita dari kesulitan dan mengampuni dia akhirat dan dunia. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-42686767627010652702009-02-03T18:57:00.000+08:002009-02-03T18:59:13.719+08:00Tingkatan Iman Kepada Qada' Dan QadarPertanyaan:<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin -Semoga Allah meninggikan derajatnya di antara orang-orang yang mendapat petunjuk- ditanya : "Tentang Iman kepada Qadha' dan Qadar?"<br />
<br />
Jawaban:<br />
Iman kepada Qadar adalah salah satu dari enam rukun iman yang telah dijelaskan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada malaikat Jibril ketika bertanya tentang iman. Iman kepada Qadar adalah masalah yang sangat penting. Banyak orang yang telah memperdebatkan tentang Qadar sejak zaman dahulu, sampai hari inipun mereka masih memperdebatkan. Akan tetapi kebenaran masalah tersebut, walillah al-Hamd, sangat jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Kemudian yang dimaksud dengan iman kepada Qadar adalah kita mempercayai (sepenuhnya) bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya.<br />
<br />
"Artinya : Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sunggung telah menetapkannya" [Al-Furqaan : 2]<br />
<br />
Kemudian ketetapan yang telah ditetapkan Allah selalu sesuai dengan kebijakan-Nya dan tujuan mulia yang mengikutinya serta berbagai akibat yang bermanfaat bagi hamba-Nya, baik untuk kehidupan (dunia) maupun akhiratnya.<br />
<br />
Iman kepada Qadar berkisar empat tingkat keimanan.<br />
<br />
[1]. Ilmu (Allah), yakni mempercayai dengan sepenuhnya bahwa ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala meliputi segala sesuatu, baik di masa lalu, sekarang maupun yang akan datang, baik yang berhubungan dengan perbuatan-Nya maupun perbuatan hamba-Nya. Dia (Allah) meliputi semuanya, baik secara global maupun rinci dengan ilmu-Nya yang menjadi salah satu sifat-Nya sejak azali dan selamanya (tak ada akhirnya). Dalil-dalil tentang tingkatan ini banyak sekali. Allah telah berfirman :<br />
<br />
"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak ada rahasia lagi bagi-Nya segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit" [ Ali-Imran : 5]<br />
<br />
Dia juga berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Bagi-Nya kunci-kunci segala sesuatu yang gaib yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. Dia mengetahui apa yang di darat dan di laut dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur kecuali Dia mengetahui-Nya dan tidak ada satu benihpun di kegelapan bumi dan tak ada sesuatupun yang kering dan basah kecuali ada di dalam kitab yang jelas" [Al-An'am : 59]<br />
<br />
Dia juga berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Sesungguhnya Aku telah menciptakan manusia dan Aku mengetahui apa yang dibbisikkan hatinya" [Qaf : 16]<br />
<br />
Dia juga berfirman.<br />
<br />
''Artinya : Allah mengetahui segala sesuatu" [Al-Baqarah : 283]<br />
<br />
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan pengetahuan Allah pada segala sesuatu, baik secara global maupun rinci. Dalam tingkatan ini barangsiapa yang mengingkari Qadar maka dia kafir, karena dia mendustakan Allah dan Rasul-Nya serta ijma' kaum muslimin dan meremehkan kesempurnaan Allah. Karena kebalikan ilmu adalah mungkin bodoh atau alpa dan keduanya berupa aib (cacat). Allah terlah berfirman tentang Nabi Musa ketika dia ditanya oleh Fir'aun.<br />
<br />
"Artinya : Maka apa saja yang telah terjadi di abad-abad terdahulu, dia (Musa) menjawab : Pengetahuan tentang itu di sisi Rabb-ku di dalam kitab yang Rabb-ku tidak akan salah dan alpa ( di dalamnya)" [Thaha : 51-51]<br />
<br />
Maka Allah tidak akan bodoh terhadap sesuatu yang akan datang dan tidak akan melupakan sesuatu yang telah lewat.<br />
<br />
[2]. Beriman kepada Allah telah menulis ketetapan segala sesuatu sampai terjadi hari Qiyamat, karena ketika Dia menciptakan Qalam, Dia berfirman kepadanya : "Tulislah", kemudian dia (Qalam) berkata : "Hai Tuhanku, apa yang aku tulis?" Dia berfirman : "Tulislah (dalam hadits yang lain. "Tulislah taqdir segala sesuatu hingga hari kiamat") semuanya yang terjadi", kemduian dia (Qalam) seketika berjalan menulis segala sesuatu yang terjadi sampai hari Qiyamat. Maka Allah telah menulis di Lauh Mahfudz ketetapan segala sesuatu. Tingkatan ini telah ditunjukkan oleh firman Allah.<br />
<br />
"Artinya : Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah" [Al-Hajj : 70]<br />
<br />
Allah juga berfirman. "Sesungguhnya itu semua berada dalam kitab", artinya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz). (Sesungguhnya semua itu sangat mudah bagi Allah). Kemudian penulisan tersebut terkadang bersifat rinci. Maka janin yang ada di perut ibunya bila melewati umur empat bulan, maka Allah mengutus malaikat kepadanya dan mengutusnya membawa empat kalimat, yaitu menulis rizki, ajal, perbuatan, celaka atau bahagia, sebagaimana tertuang dalam hadits shahih Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan di tulis juga di dalam Qadar apa saja yang terjadi dalam tahun itu.<br />
<br />
Sebagaimana Allah berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Sesungguhnya Aku telah menurunkan pada malam yang berkah, sesungguhnya Aku memberi peringatan di dalamnya tentang perbedaan sesuatu yang mengandung hikmah, sebagai perintah dari-Ku, sesungguhnya Aku Rabb Yang Mengutus" [Ad-Dukhan : 3-5]<br />
<br />
[3]. Beriman bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini disebabkan kehendak Allah. Segala sesuatu yang ada di alam ini terjadi karena kehendak Allah, baik yang dilakukan oleh-Nya maupun oleh mahkhluk. Allah telah berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Dia (Allah) melakukan apa yang Dia kehendaki" [Ibrahim : 7]<br />
<br />
Allah juga berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya" [Al-An'am : 149]<br />
<br />
Dia juga berfirman<br />
<br />
"Artinya : Kalau Rabb-mu menghendaki maka Dia menjadikan umat manusia menjadi umat yang satu" [Hud : 118]<br />
<br />
Dia juga berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Bila Dia (Allah) menghendaki maka Dia memusnahkanmu dan mengadakan penciptaan yang baru" [Fathir : 16]<br />
<br />
Dan masih banyak lagi ayat yang menunjukkan bahwa perbuatan-Nya terjadi karena kehendak-Nya. Begitu juga segala perbuatan makhluk terjadi dengan kehendak-Nya, sebagaimana firman Allah.<br />
<br />
"Artinya : Kalau Allah menghendaki, maka tidak terjadi saling bunuh di antara orang-orang setelah mereka datang penjelasan kepada mereka, akan tetapi mereka berselisih ; sebagian mereka beriman dan sebagian kafir. Dan apabila Allah menghendaki maka mereka tidak saling membunuh, akan tetapi Allah melakukan apa saja yang Dia kehendaki" [Al-Baqarah : 53]<br />
<br />
Ini adalah nash (teks Al-Qur'an) yang sangat jelas bahwa semua perbuatan hamba telah dikehendaki Allah dan apabila Allah tidak menghendaki mereka untuk melakukannya maka mereka tidak akan melakukan.<br />
<br />
[4] Beriman bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu, Maka Allah adalah Maha Pencipta dan selain-Nya Dia adalah makhluk. Segala sesuatu, Allah-lah penciptanya dan semua makhluk adalah ciptaan-Nya. Jika segala perbuatan manusia dan ucapannya termasuk sifatnya, sedangkan manusia itu makhluk, maka sifat-sifatnya juga makhluk Allah. Hal itu ditunjukkan oleh firman Allah.<br />
<br />
"Artinya : Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat" [As-Safat : 96]<br />
<br />
Dengan demikian, Allah telah menetapkan penciptaan manusia dan perbuatannya. Allah juga berfirman : "Wa ma ta'malun" (dan apa saja yang kamu perbuat). Para ulama berselisih pendapat tentang kata "ma" (apa saja), apakah dia berupa "ma masdhariyah" (sehingga tidak bermakna) atau "ma maushulah" (sehingga bermakna apa saja). Berdasarkan dua perkiraan di atas ( ma mashdariyah atau ma maushulah), maka ayat tersebut tetap menunjukkan bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. inilah keempat tingkatan keimanan kepada Qadar yang harus diimani, tidak sempurna keimanan seseorang terhadap Qadar kecuali dengan mengimani keempat-empatnya.<br />
<br />
Kemudian ketahuilah bahwa iman kepada Qadar tidak berarti menghilangkan pelaksanaan sebab, bahkan melaksanakan berbagai sebab merupakan perintah Syari'ah. Hal itu dapat tercapai karena Qadar, karena bebagai sebab akan melahirkan musabab (akibat). Oleh karena itu, Amirul Mu'minin, Umar bin Khaththab, ketika pergi menuju Syam, di tengah perjalan dia mengetahui bahwa telah menyebar wabah penyakit di sana. Kemudian para sahabat bermusyawarah ; apakah perjalanan ini diteruskan atau kembali pulang ke Madinah ? Maka terjadilah perselisihan pendapat di antara mereka dan kemudian beliau memutuskan untuk kembali ke Madinah. Ketika beliau (Umar) sudah mantap pada pendapat tersebut, maka datanglah Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarah sembari berkata : Hai Amirul Mu'minin, mengapa anda kembali ke Madinah dan lari dari Qadar Allah ?" Umar menjawab : " Kami lari dari Qadar Allah menuju Qadar Allah". Kemudian setelah itu datang Abdurrahman bin Auf (dia sebelumnya tidak ada di situ untuk memenui kebutuhannya), kemudian dia menceritakan bahwa Nabi pernah bersabda tentang wabah penyakit.<br />
<br />
"Artinya : Bila kamu sekalian mendengar terjadinya wabah penyakit di bumi tertentu, maka janganlah kamu mendatanginya".<br />
<br />
Kesmipulan perkataan Umar "lari dari Qadar Allah menuju Qadar Allah" itu merupakan dalil bahwa melaksanakan sebab juga termasuk Qadar Allah. Kita tahu bahwa apabila seseorang mengatakan " saya beriman kepada Qadar Allah dan Allah akan memberiku seorang anak dengan tanpa istri", maka orang tersebut dapat dikatakan gila. Begitu juga bila dia mengatakan "saya beriman kepada Qadar Allah dan saya tidak akan berupaya mencari rizki dan tidak melaksanakan sebab-sebab mendapatkan rizki", maka dia adalah dungu. Maka iman kepada Qadar tidak berarti menghilangkan sebab-sebab syar'iyah atau ikhtiar yang benar. Adapun sebab-sebab yang berupa prasangka yang dianggap palakunya sebagai sebab padahal bukan, maka hal itu di luar perhitungan dan tidak perlu diperhatikan.<br />
<br />
Kemudian ketahuilah bahwa adanya kesulitan dalam mengimani Qadar (padahal sebenarnya tidak sulit), yaitu pertanyaan seseorang : "Apabila perbuatanku dari Qadar Allah, maka bagaimana saya harus menanggung akibatnya sementara semua itu dari Qadar Allah ?"<br />
<br />
Jawabannya:<br />
Hendaknya dikatakan kepadanya kamu tidak bisa beralasan malakukan ma'siyat dengan Qadar Allah, Karena Allah tidak memaksamu untuk melakukannya dan ketika kamu dihadapkan kepadanya (ma'siyah) kamu tidak tahu bahwa hal itu ditakdirkan untukmu. Karena manusia tidak mengetahui apa yang ditakdirkan kepadanya kecuali setelah terjadi. Karena itu, kenapa kamu tidak memperkirakan sebelum berbuat bahwa Allah telah mentakdirkan ketaatan kepadamu, sehingga kamu melaksanakannya .? Begitu juga dalam hal duniawi, kamu melakukan sesuatu yang kamu anggap ada kebaikannya dan menghindari yang kamu anggap berbahaya. Maka mengapa kamu tidak bersikap demikian dalam urusan akhirat ? Saya tidak yakin jika ada seseorang yang sengaja menempuh jalan yang sulit lalu dia berkata : "Ini telah ditakdirkan untukku, bahkan tentunya dia akan menempuh jalan yang paling aman dan mudah. Tidak ada perbedaan antara hal ini dengan perkataan yang diarahkan kepadamu bahwa Jannah mempunyai jalan dan Neraka juga mempunyai jalan. Maka apabila kamu menempuh jalan menuju Neraka, maka kamu bagaikan orang yang menempuh jalan yang mengkhawatirkan dan mengerikan. Maka mengapa kamu merelakan dirimu menempuh jalan menuju Neraka Jahim dan meninggalkan jalan menuju Jannah Na'im ? Kalau saja manusia boleh beralasan dengan Qadar tatkala melakukan ma'siyat, maka tentunya tidak ada gunanya diutusnya para rasul. Allah terlah berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Aku telah mengutus para rasul yang memberi berita gembira dan memberi peringatan agar manusia tidak mempunyai alasan kepada Allah setelah para rasul" [An-Nisa' : 165]<br />
<br />
Ketahuilah bahwa iman kepada Qadar memiliki buah yang agung bagi perjalanan manusia dan hatinya, karena apabila kamu beriman bahwa segala sesuatu terjadi karena Qadha' dan Qadar Allah, maka ketika dalam kelapangan kamu akan bersyukur kepada Allah dan tidak membanggakan diri dan tidak melihat bahwa semua itu hasil kemampuan dan keutamaan, akan tetapi sebaliknya kamu meyakini bahwa ini hanya sebab dan bila kamu telah berhasil melaksanakan sebab yang menjadikan kamu mendapatkan kelapangan dan meyakini bahwa karunia tetap di tangan Allah, maka kamu akan bertambah syukur dan hal ini akan mendorong kamu untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah sesuai dengan perintah-Nya, dan kamu tidak akan melihat kelebihan pada dirimu di atas Rabb-mu bahkan sebaliknya kamu melihat anugrah Allah kepadamu. Allah telah berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Mereka memberi anugrah keadamu dengan masuk Islam mereka, katakanlah : kamu tidak memberi anugerah kepadaku dengan masuk Islammu akan tetapi Allah-lah yang telah memberi anugrah kepadamu untuk menunjukkan kepadamu pada iman, bila kamu benar" [ Al-Hujurat : 17]<br />
<br />
Begitu pula manakala kamu tertimpa kesusahan (musibah), maka kamu tetap percaya kepada Allah, menerima dan tidak terlalu menyesal karenanya bahkan tidak diliputi kegundahan (yang berat). Bukankah anda tahu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.<br />
<br />
"Artinya : Seorang mu'min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada seorang mu'min yang lemah, dalam segala kebaikan bersemangatlah (untuk mencapai) apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, jangan merasa lemah, apabila kamu tertimpa suatu (musibah) maka janganlah berkata ; Kalau saja aku melakukan begini maka hasilnya pasti begini, karena kata "kalau" akan membukakan perbuatan syetan".<br />
<br />
Maka dengan demikian beriman kepada Qadar mengandung kedamaian jiwa dan hati dan hilangnya kegundahan karena kegagalan, serta hilangnya kekhawatiran untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman.<br />
<br />
"Artinya : Tidak ada musibah yang menimpa di bumi dan di dalam dirimu sendiri kecuali telah ada dalam kitab sebelum Aku membebaskannya, sesungguhnya semua itu sangat mudah bagi Allah, agar supaya kamu tidak bersedih atas kegagalanmu dan tidak terlalu bergembira atas apa (nikmat) yang diberikan kepadamu" [Al-Hadid : 22-23]<br />
<br />
Orang yang tidak percaya kepada Qadar sudah pasti mengamali kegoncangan ketika tertimpa musibah dan akan bersedih dan syetanpun kana membuka pintu untuknya dan dia akan merasa terlalu bersuka ria dan terlena ketika mendapat kegembiraan. Akan tetapi iman kepada Qadar akan mampu mencegah itu semua.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-21476882872142562382009-02-03T18:56:00.002+08:002009-02-03T18:57:07.510+08:00Beza Antara Qada' Dan QadarPerbedaan antara Qadha' dan Qadar<br />
<br />
Pertanyaan:<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Apakah perbedaan antara Qadha' dan Qadar?"<br />
<br />
Jawaban:<br />
Para ulama' berbeda pendapat tentang perbedaan antara kedua istilah tersebut. Sebagian mengatakan bahwa Qadar adalah kententaun Allah sejak zaman azali (zaman yang tak ada awalnya), sedangkan Qadha' adalah ketetapan Allah terhadap sesuatu pada waktu terjadi.<br />
<br />
Maka ketika Allah menetapkan sesuatu akan terjadi pada waktunya, ketentuan ini disebut Qadar. Kemudian ketika telah tiba waktu yang telah ditetapkan pada sesuatu tersebut, ketentuan tersebut disebut Qadha'. Masalah ini (Qadha') banyak sekali disebut dalam Al-Qur'an, seperti firman Allah.<br />
<br />
"Artinya : Sesuatu itu telah diqadha" [Yusuf : 41]<br />
<br />
Dan firman-Nya.<br />
<br />
"Artinya : Allah mengqadha' dengan benar" [Ghafir : 20]<br />
<br />
Dan ayat-ayat lain yang serupa. Maka Qadar adalah ketentuan Allah terhadap segala sesuatu sejak zaman azali, sedangkan Qadha' merupakan pelaksanaan Qadar ketika terjadi. Sebagian Ulama' mengatakan bahwa kedua istilah tersebut mempunyai satu makna.<br />
<br />
Pendapat yang dianggap rajih (unggul/kuat) adalah bahwa kedua istilah tersebut bila dikumpulkan (Qadar-Qadha'), maka mempunyai makna berbeda, tapi bila dipisahkan antara satu dengan yang lain maka mempunyai makna yang sama. Wallahu 'alam.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-64382458339596020792009-02-03T18:55:00.001+08:002009-02-03T18:56:13.630+08:00Siapa Yang Tidak Wajib Mempelajaran QadarPertanyaan:<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Siapakah yang tidak wajib mempelajari Aqidah, khususnya Qadar karena dikhawatirkan salah ?".<br />
<br />
Jawaban:<br />
Masalah ini sebagaimana masalah penting lainnya harus dipahami oleh manusia untuk agama dan dunianya. Dia harus mendalami dam memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala agar mampu memahami dan meyakininya sehingga permasalahannya menjadi sangat jelas. Karena seseorang tidak boleh meragukan sedikitpun tentang masalah-masalah penting seperti ini. Adapun masalah yang tidak merusak agama bila ditunda dan tidak dikhawatirkan menjadi sebab berpalingnya seseorang (dari agama), maka boleh ditunda selama masih ada hal yang lebih penting daripadanya. Masalah Qadar adalah masalah yang wajib dipahami oleh setiap hamba (Allah) sehingga dapat menghantarkannya pada keyakinan yang mendalam. Sebenarnya masalah tersebut tidaklah sulit, segala puji hanya bagi Allah. Hal yang memberatkan pelajaran aqidah bagi sebagian orang adalah karena mereka, dengan sangat disayangkan lebih mendahulukan sisi "bagaimana" dari pada "mengapa". Sebenarnya manusia dituntut untuk menggunakan dua kata tanya secara berurutan, yaitu "mengapa" baru disusul dengan "bagaimana". Mengapa kamu melakukan itu ? (Jawabnya), ini adalah keikhlasan. Bagaimana cara kamu melaksanakan itu ? (Jawabnya) dengan mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.<br />
<br />
Kebanyakan orang sekarang sibuk merealisasikan jawaban pertanyaan "bagaimana" dan lalai dari jawaban pertanyaan "mengapa". Oleh karena itu, sebagaimana anda lihat sendiri, dari sisi ikhlas mereka tidak mau banyak berupaya, sedang dari sisi ketaatan memiliki semangat yang tinggi. Maka manusia sekarang lebih memperhatikan sisi ini (sisi awal) dan melalaikan sisi yang lain yang lebih penting, yaitu sisi aqidah, keikhlasan dan tauhid. Oleh karena itu, anda banyak menemukan sebagian besar orang yang bertanya tentang masalah duniawi yang sangat amat remeh dan hatinya tertutup oleh dunia, melalaikan Allah secara total dalam praktek jual beli kendaraan dan berpakaian.<br />
<br />
Terkadang sebagian mereka menyembah/menjadi budak dunia sementara dia tidak menyadarinya dan terkadang dengan tidak sadar menyekutukan Allah dengan dunia, karena dengan sangat disesalkan, sisi tauhid dan aqidah sudah tidak diperhatikan lagi, baik di kalangan masyarakat awam maupun para penuntut ilmu. Ini adalah masalah yang berbahaya. Sebaliknya memperhatikan perkara aqidah saja tanpa mengamalkan apa yang telah disyari'atkan (Allah) sebagai benteng dan pagar (dari perbuatan jahat) juga sangat keliru. Karena kita telah mendengar dari berbagai siaran (TV dan radio) dan membaca dari media massa adanya upaya penyederhanaan pemahaman bahwa agama adalah aqidah yang toleran dan beberapa ungkapan serupa yang lain. Pada hakikatnya, hal ini sangat dikhawatirkan menjadi pintu bagi orang yang ingin menghalalkan yang haram dengan alasan bahwa aqidah membenarkan, akan tetapi harus diperhatikan dua sekaligus agar terjadi pertanyaan "kenapa" dan "bagaimana".<br />
<br />
Ringkasnya.<br />
Setiap orang harus mempelajari ilmu tahuhid dan aqidah agar mengetahui Rabb yang dia sembah, mengetahui nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-Nya, mengetahui tentang hukum-hukum kauniyah-Nya (ketentuan-Nya tehadap alam) dan hukum-hukum syari'ah-Nya, mengetahui kebijakan-Nya dan rahasia syari'ah dan ciptaan-Nya, sehingga dia tidak tersesat dan menyesatkan orang lain. Ilmu Tauhid adalah ilmu yang paling agung karena agungnya obyek yang dibicarakan di dalamnya (Allah). Oleh karena itu, ilmu tersebut disebut oleh para ulama' dengan "Fiqh Akbar". Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.<br />
<br />
"Artinya : Barangsiapa dikehendaki Allah menjadi baik, maka Dia memahamkannya tentang agama".<br />
<br />
Ilmu yang paling pertama dan utama dalam agama adalah ilmu tauhid dan aqidah. Akan tetapi seseorang juga harus memperhatikan bagaimana cara dan dari mana sumber memperolehnya. Maka seharusnya dia mengambil ilmu tersebut dari sumber yang murni serta selamat dari berbagai syubhat, agar dia bisa menolak syubhat tersebut dan menjelaskan aqidah murni yang telah dia peroleh sebelumnya. Hendaklah sumber yang dipelajari adalah Al-Qur'an dan Sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu pendapat para Sahabat, kemudian pendapat para imam sesudahnya yakni tabi'in maupun pengikutnya dan kemudian pendapat para ulama' yang dapat dipertanggung jawabkan ilmu dan kejujurannya, khususnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnu Al-Qayim, semoga rahmat dan ridha (Allah) terlimpah kepada mereka berdua, seluruh umat Islam dan para imam mereka.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-63356463537682159332009-02-03T18:53:00.001+08:002009-02-03T18:54:18.034+08:00Apakah Maksud Sebenar QadarOleh: al-Lajnah ad-Daimah<br />
<br />
Pertanyaan:<br />
<br />
Apa makna qodar (taqdir)? Mohon dijelaskan secara lengkap.<br />
<br />
Jawaban:<br />
<br />
Maknanya adalah bahwa Allah telah mengetahui segala sesuatu sebelum dia ada (terjadi), dan mencatatnya di sisi-Nya (dalam Lauhul Mahfudz), kemudian apa saja yang ada (terjadi) semuanya atas kehendak-Nya, lalu Dia menciptakan segala sesuatu berdasarkan kehendakNya tersebut. Inilah empat urutan qodar yang wajib diimani. Seseorang hamba tidak (disebut) beriman kepada qodar secara sempurna sampai dia mengimani empat hal di atas. Hal ini sebagaimana dalam riwayat yang shahih dari Nabi, bahwa ketika ditanya oleh malaikat jibril tentang iman, beliau menjawab,<br />
<br />
“Engkau beriman kepada Alloh, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya dan hari akhir (kiamat), serta beriman kepada qodar yang baik dan yang buruk” (HR. Muslim)<br />
<br />
Telah shohih pula riwayat dari sahabat Ubaidah bin ash-Shamit bahwa Nabi berkata kepadanya:<br />
<br />
“Sesungguhnya engkau tidak akan merasakan hakikat iman sehingga engkau mengetahui bahwa apa yang (ditaqdirkan) menimpamu tidak akan luput darimu dan apa yang (ditaqdirkan) luput darimu tidak akan menimpamu”. (HR.Abu Dawud)<br />
<br />
Syaikul Islam Ibnu Taimiyah telah menjelaskan makna tersebut dalam tulisan beliau al-Aqidah al-Wasithiyah. Kami nasihatkan Anda untuk mempelajari dan menghafalnya.<br />
<br />
Allah-lah pemberi taufiq. Sholawat dan salam atas nabi kita Muhammad, keluarga dan pada Sahabatnya.<br />
<br />
****************<br />
<br />
Sumber:<br />
Majalah FATAWA volume 04/Th.II/1425H-2004M<br />
Fatawa li al-Lajnah ad-Daimah Li al-Buhuts al-Ilmiyyah wa al-Ifta II/512. Pertanyaan pertama dari fatwa no. 4088.aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-14558318657860430242009-02-03T18:52:00.001+08:002009-02-03T18:53:25.315+08:00Apakah Manusia Hanya Menjalani Takdir Atau Diberi PilihanOleh : al-Lajnah ad-Daimah<br />
<br />
Tanya :<br />
<br />
Jelaskan kepada saya dengan singkat tentang (maksud bahwa manusia) menjalani (taqdir) dan diberi pilihan?<br />
<br />
Jawab :<br />
<br />
Manusia itu diberi pilihan sekaligus menjalani (taqdir). Diberi pilihan karena Alloh memberinya akal, pendengaran, penglihatan dan keinginan. Dengan tiu semua dia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang bermanfaat dan mana yang merusak, serta dapat memilih apa yang cocok untuknya. Oleh karena itulah dia terikat dengan beban perintah dan larangan, dan berhak mendapat pahala atas keta’atannya kepada Alloh dan Rosul-Nya, serta mendapat siksa atas kemaksiatannya kepada Alloh dan RosulNya. Adapun dikatakan manusia menjalani (taqdir), karena perbuatan dan ucapannya tidak terlepas dari taqdir dan kehendak Alloh, sebagaimana firman Alloh,<br />
<br />
“Tiada sesuatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh.” (QS. Al-Hadid : 22)<br />
<br />
Begitu juga firman-Nya<br />
<br />
“Yaitu bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Alloh, Robb semesta alam.” (QS. At-Takwir : 28-29)<br />
<br />
Dan firmanNya<br />
<br />
“Dialah yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan.” (QS. Yunus:22)<br />
<br />
Dan dalam masalah ini terdapat banyak ayat dan hadist shohih yang seluruhnya menunjukkan apa yang telah kami sebutkan di atas bagi mereka yang mau menelaah Al-Qur’an dan As-Sunnah.<br />
<br />
******************<br />
<br />
Sumber:<br />
Majalah FATAWA volume 04/Th.II/1425H-2004M<br />
Fatawa li al-Lajnah ad-Daimah Li al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta III/516-517. Pertanyaan pertama dari fatwa no. 4513.<br />
_________________aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-55384607906636811562009-02-02T23:04:00.003+08:002009-02-02T23:05:53.723+08:00Yang Baik Dan Yang Buruk Dari Allah?Soalan:<br />
<br />
Salam<br />
<br />
Mengenai signature yg ana gunakan tu (di bawah).. salah kah maksudnya?<br />
<br />
Ada org yg habaqkan (beritahu) kat ana yg kita kena cakap, SEMUA YG BAIK DAN BURUK TU ADALAH DARI ALLAH SWT<br />
<br />
Maca mana ni?<br />
<br />
WA<br />
<br />
Jawapan:<br />
<br />
thtl<br />
<br />
Wassalam<br />
<br />
Jawab:<br />
<br />
Pertama:<br />
Quote:<br />
Semua yg baik dan buruk itu adalah dari ALlah SWT<br />
<br />
Kenyataan ini adalah salah.<br />
Kenyataan yg benar: "Semua yg baik itu dari Allah dan yg buruk itu adalah natijah dari taqdirnya."<br />
Dalam kehidupan, ada manusia yg dapat untung/sukses dan ada yg mendapat musibah. Tapi musibah itu bukanlah perbuatan Allah tapi keburukan itu ada pada yang diperbuat oleh-Nya. Dalilnya: "Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan angkara tangan-tangan manusia sendiri." AQ 30:41<br />
Ayat ini menjelaskan Allah mentakdirkan keburukan di daratan dan di lautan melainkan untuk suatu kebaikan yg lain pula.<br />
Kebaikan di sebalik takdir yg buruk itu ialah:<br />
" Supaya Allah merasakan kpd mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (kpd Islam)." AQ: ibid<br />
<br />
Ulasan:<br />
Musibah yg terjadi di lautan dan di daratan (termasuk nahas di udara) itu sebenarnya kebaikan. Dengan demikian terbatallah statement yg mengatakan keburukan disandarkan kpd Allah. Tapi hakikat sebenarnya ia disandarkan kpd sesuatu yg diperbuat dan kepada tangan2 makhluk juga. [Fatawa Syaikh alUthaymeen, Fatawa anil Iman wa Arkaanihi, cet Riyadh 1995]<br />
<br />
Kedua: Signature enta yg berbunyi: "Segala kebaikan dari Allah dan segala keburukan dari diri saya."<br />
Signature ni tidak salah. Cuma exaggeration (berlebih-lebihan dalam merendah diri). Guru2 Besar tasawwuf spt alImam alGhazali, Ibn Rajab alHanbali, Ibn Qayyim menasihatkan kita tidak perlu mencela diri kita di hadapan awam kerana ia juga sebahagian dari riya'. Memadai dgn kenyataan, jika ada tersilap/terlanjur, itu adalah kelemahan diri saya. Statement itu lebih MILD (lembut).<br />
Istilah KEBURUKAN adalah membawa konotasi yg ekstrim dalam kosakata Bahasa Melayu dan minda orang Melayu. WAaizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com16tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-42583756887756607862009-02-01T12:38:00.008+08:002009-02-01T12:41:10.230+08:00Maksud Salafi dan Wajibkah Jadi SalafiSalam<br />
<br />
saya ingin bertanya,<br />
<br />
1)apa itu salafi?<br />
<br />
2)wajibkah kita jadi salafi?<br />
<br />
3)wajibkah saya masuk grup salafi di tempat saya belajar(universiti)?<br />
<br />
*********************<br />
Abu_Umair<br />
Panel Feqh<br />
<span style="font-size: large;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: large;">بسم الله</span><br />
<span style="font-size: large;">والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد</span><br />
<br />
1) Salafi ialah nisbah kepada perkataan 'Salaf' yang bermaksud: mereka yang terdahulu. Dari sudut istilah, salaf ialah mereka yang disebut dalam beberapa nusus syarak, iaitu:<br />
<div style="text-align: right;"><span style="font-size: large;"><br />
</span></div><div style="text-align: right;"><span style="font-size: large;">وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ</span></div><br />
Maksudnya: Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah redha kepada mereka dan mereka pun redha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (Al-Taubah: 100)<br />
<br />
Dalam hadis Imran, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:<br />
<span style="font-size: large;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: large;">خيركم قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم</span><br />
<br />
Maksudnya: Sebaik-baik kamu ialah mereka yang pada kurunku, kemudian mereka yang pada kurun selepas mereka, kemudian mereka yang selepas kurun mereka. (Direkod oleh Bukhari no: 2508, dan Muslim no: 2535).<br />
<br />
2) Banyak nusus syarak dan kata-kata salaf yang menyuruh supaya berpegang kepada sunnah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dan para salaf. Antaranya;<br />
<br />
Dalam hadis 'Irbadh, Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:<br />
<span style="font-size: large;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: large;">فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ</span><br />
<br />
Maksudnya: Maka hendaklah kamu berpegang kepada sunnahku, dan sunnah khulafa rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpeganglah kepadanya, dan gigitlah ia dengan geraham-geraham kamu.<br />
Direkod oleh Abu Daud (no: 4609), Tirmizi (no: 2676), Ibn Majah (no: 42). Kata Tirmizi: "hadis sahih".<br />
<br />
Ibn Mas'ud r.a. berkata, "Sesiapa yang mahu mengikut sunnah, maka hendaklah mengikut sunnah mereka yang telah wafat, kerana orang yang hidup tidak terselamat daripada fitnah. Mereka itu ialah sahabat-sahabat Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam, manusia yang paling baik hati, yang paling banyak ilmu, dan paling sedikit takalluf".<br />
<br />
Huzaifah bin Al-Yaman berkata, "Setiap ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam, maka janganlah kamu beribadah dengannya. Kerana generasi awal tidak meninggalkan suatu pun untuk generasi kemudian. Maka bertaqwalah kepada Allah, wahai para qurra. Ambillah jalan orang-orang sebelum kamu".<br />
<br />
3) Yang wajib ialah kita bermanhaj dengan manhaj para salaf. Mengikuti sunnah mereka dalam aqidah, ibadah dan akhlak. Tidak semestinya kita perlu menyertai mana-mana kumpulan atau organisasi yang dikatakan salafi. Tetapi, dekatilah para ilmuan dan sahabat-sahabat yang bermanhaj salafi supaya kita dapat belajar dari mereka.<br />
<br />
Dalam masa yang sama, jangan menganggap kita sebagai salafi dan orang lain tidak salafi. Kerana, kita tidak layak menisbahkan kita sebagai salafi. Kita hanya mengikuti manhaj salafi.<br />
<br />
Wallahu A'lamaizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-17560482663483159892009-02-01T12:36:00.005+08:002009-02-01T12:38:50.103+08:00KaramahSalam<br />
saya ingin bertanya 2 soalan.<br />
<br />
1. adakah keramat,kewalian, dan pada siapa keramat ini diberi.<br />
<br />
2. minta berikan judul buku yang dapat menanggah sufiesm.<br />
<br />
segala tindakan dari tuan di dahului dengan ucapan terima kasih...<br />
<br />
*******************<br />
kamin<br />
Panel Feqh<br />
<br />
wa'alaikumussalam<br />
<br />
Alhamdulillah. Kami akan cuba menjawab soalan anda dengan kadar kemampuan yang ada, In Sya Allah.<br />
<br />
(a) Keramat atau Karaamah memang wujud didalam Islam. Ia merupakan pemberian Allah swt kepada hamba-hambanya terpilih sahaja. Karaamah tidak boleh dipelajari, kerana ia adalah pemberian Allah swt kepada hamba-hamba yang dikasihi.<br />
<br />
Kisah sahih Umar al-Khattaab ra. menjelaskan wujud karaamah tersebut. Naafi' meriwayatkan bahawa Umar ra telah menghantar satu pasukan askar dan melantik Saariyah mengepalainya. Semasa Umar ra. menyampaikan khutbah Jumaat, beliau berteriak "Ya Saariyah, gunung itu! Ya Saariyah, gunung itu!" (<span style="font-size: large;">يا ساريةُ الجبلَ ، يا ساريةُ الجبلَ </span>). Maka setelah itu mereka mendapati bahawa Saariyah telah bergerak kearah gunung pada saat Jumaat tersebut, walaupun jarak diantara mereka adalah satu bulan perjalanan [Fadaa'il al-Sahaaah, 1/269].<br />
<br />
Ibn Qayyim rh. menyatakan bahawa karaamah yang dikurniakan kepada Umar ra. telah sampai suara Umar ra. kepada Saariyah. Begitu juga dengan karaamah Abu Bakar ra. memberitahu A'isyah ra. bahawa isterinya mengandung anak lelaki. Ini jelas bahawa kedua-dua sahabat ini merupakan hamba Allah yang terpilih (auliya') untuk menerima karaamah tersebut [Madaarij al-Saalikin, 3/227].<br />
<br />
Jelas disini bahawa karaamah adalah pemberian Allah swt kepada hambanya yang terpilih (wali), dan karaamah ini tidak boleh dipelajari atau diwarisi.<br />
<br />
Sila layari tautan berikut mengenai perbincangan mengenai karaamah :-<br />
<br />
SJ - 2045 : ADAKAH KARAMAH BERTENTANGAN DENGAN LOGIK AKAL ?<br />
http://al-ahkam.net/home/index.php?name=MDForum&file=viewtopic&t=8746<br />
<br />
(b) Banyak sekali buku-buku yang cuba menyanggah sufisme dan perlu juga kita berhati-hati didalam melakukan kritikan tersebut. Kritikan hendaklah dilakukan kepada penyelewangan yang berlaku dan bukan kepada istilah "sufi", "tasauf" dan sebagainya.<br />
<br />
Ilmu Tasauf yang tidak melibatkan ritual kebatinan merupakan satu istilah ilmu akhlak dan perkaitan dengannya. Skopnya melibatkan akhlak mulia, mengenali dan menjauhi akhlak yang tercela, cara-cara mempertingkatnya dsb.<br />
<br />
Berikut adalah 3 contoh buku berunsur Tasauf yang dapat dijadikan sempadan dan kayu ukur untuk mengenali ilmu tersebut :-<br />
<br />
a. Madarij al-Saalikin karangan Ibn Qayyim rh.<br />
<br />
b. Majmu' Fataawa Jilid 10 (Ilmu Suluk) dan Jilid 11 (Tasauf) karangan Ibnu Taimiyah rh.<br />
<br />
c. Talbisu Iblis karangan Ibn al-Jauzi rh.<br />
<br />
Sekian, wassalamaizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-32717608937144444352009-02-01T12:35:00.008+08:002009-02-01T12:36:51.798+08:00Berkenaan dgn taqdirSalam<br />
<br />
saya ada kemushkilan mengenai dgn taqdir.. saya inginkan penerangan drpd panel2 al-ahkam... utk menerangkan tntng taqdir yg bleh brubah dan juga taqdir yg xbleh brubah.. drpd Quran n Sunnah.<br />
<br />
Harapa Panel2 Al-ahkam bleh m'bantu.<br />
<br />
*******************<br />
kamin<br />
Panel Feqh<br />
<br />
Wa’alaikumussalam<br />
<br />
Alhamdulillah. Kami akan cuba menjwab soalan anda dengan kadar kemampuan yang ada, In Sya Allah.<br />
<br />
Firman Allah swt :-<br />
<div style="text-align: right;"><span style="font-size: large;"><br />
</span></div><div style="text-align: right;"><span style="font-size: large;">أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ</span></div>"Bukankah engkau telah mengetahui bahawasanya Allah mengetahui segala yang ada di langit dan di bumi? Sesungguhnya yang demikian itu ada tertulis di dalam Kitab (Luh Mahfuz); sesungguhnya hal itu amatlah mudah bagi Allah." - [al-Hajj 22:70]<br />
<br />
Ayat diatas ini menjelaskan bahawa Allah swt telah menulis takdir di Luh Mahfuz sejakh azali lagi. Orang Islam hendaklah beriman bahawa apa yang berlaku adalah diatas kehendak Allah swt –<br />
<span style="font-size: large;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: large;">وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ</span><br />
"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dirancangkan berlakunya dan Dialah juga yang memilih (satu-satu dari makhlukNya untuk sesuatu tugas atau keutamaan dan kemuliaan)" - [al-Qasas 28:68]<br />
<br />
Pusingan matahari pada orbitnya merupakan TAKDIR yang ditetapkan oleh Allah swt. Firman Allah swt :-<br />
<span style="font-size: large;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: large;">وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ</span><br />
“Dan (sebahagian dari dalil yang tersebut ialah) matahari; ia kelihatan beredar ke tempat yang ditetapkan baginya; itu adalah takdir Tuhan Yang Maha Kuasa, lagi Maha Mengetahui;” – [surah Yasin : 38].<br />
<br />
Ayat-ayat al-Quran diatas menunjukkan Takdir Allah swt yang tetap kepada makluknya.<br />
<br />
Nanum demikian, Ahli Sunnah wa al-Jamaah percaya bahawa terdapat beberapa perkara yang boleh memberi kesan kepada takdir. Diantaranya adalah dosa, Do’a dan bersedekah. Sabda Nabi saw :-<br />
<div style="text-align: right;"><span style="font-size: large;"><br />
</span></div><div style="text-align: right;"><span style="font-size: large;">إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه ، ولا يرد القدر إلا الدعاء ، ولا يزيد في العمر إلا البر</span></div>“Seseorang hambu itu boleh dihalang reskinya akibat DOSA yang dilakukan, dan tidak tertolaj QADAR seseorang itu melainkan dengan DO’A, dan tidak dipanjangkan umur melainkan dengan kabajikan yang dilakukan” [hadith Riwayat Ahmad dan Hakim].<br />
<br />
Konsep ini bukanlah menolak qadar atau Takdir, malahan ini yang Syeikh Dr Yusuf al-Qaradhawi menamakan sebagai : "mencari sebab (atau memilih) tidak menafikan al-Qadar, bahkan ia termasuk al-qadar juga. Konsep ini dapat didalam didalam kisah Umar ra, ketika berlakunya wabak di Syam, Umar ra bermesyuarat dengan para sahabat dan beliau telah mengambil keputusan untuk tidak masuk ke Syam dan pulang kepada kaum muslimin. Mendengar keputusan tersebut, seorang sahabat bertanya :<br />
<div style="text-align: right;"><span style="font-size: large;"><br />
</span></div><div style="text-align: right;"><span style="font-size: large;">أتفر من قدر الله يا أمير المؤمنين؟ قال: نعم، نفر من قدر الله إلى قدر الله، أرأيت إن نزلت بقعتين من الأرض، إحداهما مخصبة والأخرى مجدبة، أليس إن رعيت المخصبة رعيتها بقدر الله، وإن رعيت المجدبة رعيتها بقدر الله؟</span></div>"Apakah engkau hendak lari dari Qadar Allah Ya Amirul Mukminin?" Berkata Umar "Ya, Lari dari Qadar Allah kearah Qadar Allah [juga], Apakah pandangan anda jika engkau turun pada dua petak tanah, yang satu subur dan yang satu gersang (kering kontang), bukankah jika engkau membajakan yang subur bererti engkau membajakan dengan qadar Allah? dan jika engkau membajakan yang tandus bererti engkau membajakkan dengan qadar Allah?"<br />
<br />
Contoh lain yang mudah adalah ikhtiar manusia mencari ubat kepada penyakit. Syiekh Dr Yusuf Al-Qaradhawi menyatakan : Ketika Rasulullah saw ditanya mengenai ubat dan sebab-sebab atau usaha yang mungkin dapat melindungi seseorang dari sesuatu yang tidak diingini dapat menolak takdir Allah swt, baginda menjawab dengan jelas "Ini termasuk qadar Allah”- Hadith riwayat Ibn Majah dan Tirmudzi. Jelas menunjukkan bahawa menjadi ubat juga termasuklah didalam qadar Allah swt.<br />
<br />
Demikian merupakan penjelasan yang menunjukkan Takdir yang tetap dan Takdir yang berubah daripada satu qadar kepada satu qadar yang lain. Ahli Sunnah wa al-Jamaah percaya bahawa elemen-elemen seperti usaha, do’a, dosa dsb mampu memberi kesan kepada qadar. Penjelasan ini merupakan pengulangan dan petikan kepada beberapa siri jawapan yang lepas mengenai qadar dan qadar.<br />
<br />
Berikut adalah tautan kepada perbincangan tersebut :-<br />
<br />
1. SJ-01-0026 : Takdir ilahi(macam nama lagu jer....)<br />
http://www.al-ahkam.net/home/index.php?name=MDForum&file=viewtopic&t=27494<br />
<br />
2. SJ-01-0025 : Memilih untuk membunuh diri. Suatu takdir?<br />
http://www.al-ahkam.net/home/index.php?name=MDForum&file=viewtopic&t=27478<br />
<br />
3. SJ-01-0020 : ala kasiiimmmmmmm!!<br />
http://www.al-ahkam.net/home/index.php?name=MDForum&file=viewtopic&t=23667<br />
<br />
4. SJ-01-0015 : qadar dan qadar..<br />
http://www.al-ahkam.net/home/index.php?name=MDForum&file=viewtopic&t=26736<br />
<br />
Sekian, wassalamaizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-78823892316167681272009-02-01T12:32:00.005+08:002009-02-01T12:34:55.674+08:00Siksa Di Alam BarzakhSalam<br />
<br />
sya ingin menanyakan kepada panel2 al-ahkam... mengenai seksa di alam kubur sebelum dihimpunkan di padang mahsyar.. adakah ia wujud?berdasarkan Al-Quran dan hadith2 nabi.. dan harap klau panel al-ahkam state kan hadith itu, boleh berikan apa taraf hadith itu.. dan apakah kata2 ulama mengenai hal ini.<br />
<br />
**********************<br />
kamin<br />
Panel Feqh<br />
<br />
Wa’alaikumussalam<br />
<br />
Alhamdulillah. Kami akan cuba menjawab sedikit persoalan diatas ini dengan kadar kemampuan yang terbatas, In Sya Allah.<br />
<br />
Mempercayai adanya azab kubur merupakan pegangan Ahli Sunnah wa al-Jamaah. Bagi ASWJ, memang benar2 azab kubur wujud berdasarkan al-Quran dan Hadith Nabi saw.<br />
<br />
Contoh yang paling hamper dengan kita adalah do’a yang selalu kita baca agar kita dilindungi dari azab kubur. Do’a itu thabit dari Nabi saw sebagai mana riwayat Ai’syah ra. bahawa Nabi saw selalu membaca do’a ini didalam solat baginda :-<br />
<span style="font-size: large;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: large;">اللهم إني أعوذ بك من عذاب القبر</span><br />
- Allaahumma inni a’oodhu bika min ‘adhaa bil-qabr<br />
"Ya Allah, sesungguhnya Aku berlindung denganMu dari AZAB KUBUR” [Hadith Sahih Riwayat al-Bukhari #798; Muslim #589].<br />
<br />
Imam Ibn Kathir didalam tafsir (4/82) beliau menjelaskan bahawa ayat al-Quran yang menjadi asas pegangan ASWJ didalam isu azab kubur adalah :-<br />
<span style="font-size: large;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: large;">النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ</span><br />
“Mereka didedahkan kepada bahang api Neraka pada waktu pagi dan petang (semasa mereka berada dalam alam Barzakh) dan pada hari berlakunya kiamat (diperintahkan kepada malaikat): Masukkanlah Firaun dan pengikut-pengikutnya ke dalam azab seksa api Neraka yang seberat-beratnya!” [surah Ghafir : 46]<br />
<br />
Bagi menjelaskan lebih lanjut bab ini, kami paparkan artikel Prof Dr Abdul Fatah Haron :-<br />
<br />
<div style="color: blue;">Quote:</div><div style="color: blue;">Azab kubur - Menurut al-Quran dan hadis</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">Oleh ABDULFATAH HARON IBRAHIM,</div><div style="color: blue;">Profesor di Jabatan Usuluddin, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi.</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">Mati adalah akhir perjalanan hidup setiap insan di dunia ini. Di penghujung jalan, se-tiap hidup yang berjiwa akan merasakan mati. Firman Allah, Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Ali Imran: 185). Mati adalah titik permulaan insan memasuki alam lain (alam lain dalam bahasa Arab di sebut Alam Akhirat). Alam Akhirat ini digelar juga Alam Balasan amalan seseorang semasa hidup di dunia. Amalan baik dibalas baik dan sebaliknya. Tulisan ini me-ngenai amalan jahat, dibalas jahat. Balasan ini bermula daripada memasuki liang kubur lagi.</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">1. Firman Allah, Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat pada waktu orang-orang yang zalim ( berada) dalam tekanan-tekanan sakrat (mabuk) mati, sedang para malaikat memukul dengan tangan mereka (sambil berkata) “keluarkan nyawamu. Pada hari itu kamu dibalas dengan seksaan yang sangat menghinakan kerana kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar. (Al-An’am:93). Di sini azab bermula dari saat kemati-an lagi, belum pun dikapankan dan dikebumikan. Ini adalah sebahagian daripada seksa yang berlaku sebelum kiamat. Ditambah dengan azab kubur kerana kebanyakan insan akan mengalaminya. (Ibn Hajar, syarah bagi ayat tersebut, Fathul Bari, bab 86 Mengenai Azab Kubur, halaman 600-601).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">2. Firman Allah, Nanti akan Kami seksa mereka dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. (At-Taubah: 101). Maksud seksa dua kali ialah pertama tembelang orang munafik dan kedua seksa kubur. Atau seksa dunia dan seksa kubur. Semestinya salah satu daripada dua seksa itu ialah seksa kubur. (Ibn Hajar, syarah bagi ayat tersebut, Fathul Bari, bab 86 Mengenai Azab Kubur, halaman 599 dan 601). Nanti akan Kami seksa mereka dua kali iaitu azab seksa di dunia dan azab seksa kubur. (Tafsir Ibn-Kathir bagi ayat ini).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">3. Firman Allah, Dan Firaun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat sangat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang (sebelum hari bangkit dari kubur), dan pada hari terjadinya Kiamat, dikatakan kepada malaikat: “Masukkanlah Firaun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras. (Al-Mu’min: 45-46).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">Roh Firaun dan orang-orangnya dalam (tembolok) burung hitam berulang alik ke neraka, begitulah ardhuha (ditunjukkan). Ditunjukkan ini bermula dari dunia ini lagi sebelum Kiamat. Ditunjukkan ini di alam barzakh. Inilah hujah bagi orang yang mengatakan bahawa azab seksa kubur itu memang benar. (Ibn Hajar, syarah bagi ayat tersebut, Fathul Bari, bab 86 Mengenai Azab Kubur, halaman 599 dan 601). Dan pada hari terjadinya Kiamat, dikata kepada malaikat: “Masukkanlah Firaun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” Ayat ini merupakan dalil yang amat jelas bagi Ahli Sunah mengenai adanya seksa di alam barzakh dan dalam kubur. (Tafsir Ibn-Kathir bagi ayat ini).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">4. Sabda Nabi s.a.w.: Apabila seorang mukmin diletakkan dalam kuburnya, datanglah (malaikat-malaikat) kepadanya lalu dia mengucap bahawa tiada Tuhan yang disembah selain Allah dan Muhammad itu pesuruh Allah. Ini menepati firman Allah berbunyi Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu (kalimah tauhid dua kalimah syahadat tersebut). Nabi s.a.w. menyebut mengenai azab kubur dengan sabdanya, Apabila seseorang Muslim mengucap bahawa tiada Tuhan yang disembah selain Allah dan Muhammad itu pesuruh Allah. Firman Allah, Allah mengukuhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu (kalimah tauhid dua kalimah syahadat tersebut).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">Diturunkan ayat ini mengenai azab kubur. Mengenai seksa kubur ini ada ulama mengatakan seksa badan dan roh kedua-duanya sekali. Allah Maha Kuasa mengembalikan sebahagian daripada jasad yang berkecai itu dicantumkan semula dan mengembalikan nyawanya ke dalam jasadnya itu. Tidak kurang pula, termasuk Ibn Hazm dan Ibn Hubairah yang mengatakan seksa kubur adalah seksa roh sahaja tanpa ia kembali semula kepada badan. Bandingkan dengan orang bermimpi merasa selesa atau seksa, sedangkan orang-orang yang ada bersamanya tidak tahu satu apa pun apa yang berlaku pada diri si tidur yang bermimpi itu. (Ibn Hajar, Fathul Bari, bab 86 Mengenai Azab Kubur, halaman 599, 602 dan 603). Daripada keterangan ini masalah orang mati hancur badannya atau dimakan binatang buas tidak timbul.</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">5. Hadis Nabi s.a.w.: Rasulullah melihat mayat mereka yang dijatuhkan ke dalam perigi (sebuah perigi yang berisi dengan mayat-mayat orang musyrikin yang terbunuh dalam Perang Badar) seraya bersabda, Adakah kamu benar memperoleh apa yang Tuhan janjikan kepada kamu?” Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, anda bercakap dengan orang-orang yang sudah mati.” Jawab Rasulullah, “Mereka lebih dengar daripada yang kalian dengar tetapi mereka tidak berdaya menjawabnya. Sesungguhnya si mati itu diseksa dalam kuburnya. (Ibn Hajar, Fathul Bari, bab 86 Mengenai Azab Kubur, halaman 599 dan jilid 8 halaman 31).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">6. Sabda Nabi s.a.w.: Sesungguhnya mereka tahulah sekarang bahawa segala apa yang aku katakan adalah benar. Allah berfirman, Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati itu mendengar. Maksud Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati itu mendengar, dengan erti kata dengar yang memanfaatkan mereka, atau anda tidak boleh mereka mendengar kecuali dengan izin Allah. Kenyataan ini ada kaitan dengan pertanyaan “Wahai Rasulullah, anda bercakap dengan orang-orang yang sudah mati” yang tersebut di atas. Dengan ini bererti sama ada mereka dengar dengan telinga badan atau telinga roh. (Ibn Hajar, Fathul Bari, bab 86, Mengenai Azab Kubur, halaman 599 dan 602 ).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">7. Daripada Aisyah r.a. berkata, ba-hawa seorang wanita Yahudi datang kepadanya lalu menyebut tentang seksa dalam kubur dengan katanya, “Moga-moga Allah lindungi anda daripada seksa kubur.” Lalu Aisyah bertanya kepada Rasulullah s.a.w. mengenai seksa kubur. Rasulullah menjawab, Ya, memang benar ada seksa kubur. Selepas itu, kata Aisyah, setiap kali Rasulullah melakukan solat, baginda tidak meninggalkan bacaan doa memohon perlindungan daripada seksa kubur. Ghundur menambah, seksa kubur memang benar. (Ibn Hajar, Fathul Bari, bab 86, Mengenai Azab Kubur, halaman 599-600).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">8. Pada satu hari Rasulullah s.a.w. berdiri menyampaikan ucapannya. Dalam ucapan sabdanya itu Rasulullah menyebut berkenaan ancaman dan seksaan (fitnah) kubur yang bakal dihadapi oleh si mati. Setelah Rasulullah bersabda demikian, para sahabat pun mula bercakap-cakap hingga hiruk pikuk. Ini menyebabkan ucapan Rasulullah tidak dapat didengar dengan baik. Setelah mereka diam, seorang sahabat bertanya mengenai apa yang disabdakan oleh Rasulullah selepas itu? Lalu dijawab, Rasulullah bersabda, Sesungguhnya telah diwahyukan kepadaku bahawa anda sekalian akan menghadapi ujian seksa dalam kubur tidak jauh daripada ujian Dajjal. (Ibn Hajar, Fathul Bari, bab 86, Mengenai Azab Kubur, halaman 600 dan 605).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">9. Sabda Nabi s.a.w.: Apabila seorang hamba Allah dikebumikan dan kawan-kawan meninggalkannya, si mati itu mendengar hentak kasut mereka, dua malaikat pun datang kepadanya lalu disuruh duduk dan ditanya, “Apakah pendapat kamu terhadap lelaki bernama Muhammad s.a.w. ini?” Orang mukmin itu menjawab, “Saya mengaku bahawa dia adalah hamba Allah lagi Rasul-Nya.” Selepas itu malaikat itu berkata lagi, “Lihatlah tempat kamu di dalam Neraka, sesungguhnya Allah telah menukarkan tempatmu di dalam Syurga.”</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">Lalu orang yang dikebumikan itu melihat kedua-dua tempatnya itu. (Qatadah menambah, kami diberitahu bahawa kuburnya itu diperluaskan. Kemudian Qatadah menyebut riwayat Anas yang berkata:) Manakala orang munafik atau kafir akan ditanya, “Apakah pendapat kamu terhadap lelaki bernama Muhammad s.a.w. ini?” Dia akan menjawab, “Saya tidak tahu. Saya kata menurut apa yang orang lain kata.” Lalu ditanya lagi, “Kamu tidak tahu dan kamu tidak mengikut petunjuknya (dengan membaca al-Quran).” Selepas itu dia dipukul dengan tukul besi dengan satu pukulan yang menyebabkan dia menjerit-jerit. Semua mendengar jeritannya itu kecuali jin dan manusia. (Ibn Hajar, Fathul Bari, bab 86, Mengenai Azab Kubur, halaman 600).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">Hadis ini menceritakan bagaimana Rasulullah s.a.w. dengan umatnya. Mereka diuji dalam kubur masing-masing. Ternyata bahawa setiap nabi itu bersama umat masing-masing. Hadis ini menunjukkan tidak boleh bertaklid dalam perkara iktikad. Perhatikan bunyi hadis tersebut di atas, “Saya tidak tahu. Saya kata menurut apa yang orang lain kata.” (Ibn Hajar, Fathul Bari, bab 86, Mengenai Azab Kubur, halaman 610).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">10. Hadis Nabi s.a.w., Pada satu hari Rasulullah s.a.w. keluar selepas matahari terbenam, lalu baginda mendengar suara yang mengerikan. Rasulullah pun bersabda, Itulah suara-suara Yahudi yang sedang diseksa dalam kubur mereka.</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">`Mendengar suara’ kemungkinan suara malaikat yang menyeksa, atau suara Yahudi yang diseksa atau suara seksaan itu sendiri. Kalau Yahudi diseksa dengan sebab keYahudiannya, orang musyrikin juga tiada terkecuali kerana kufur syirik lebih dahsyat daripada kufur Yahudi.</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">Putri Khalid al-’Asi berkata bahawa dia mendengar Rasulullah s.a.w. memohon mendapatkan perlindungan daripada seksaan kubur. Rasulullah s.a.w. pernah berdoa kepada Allah yang bermaksud: Ya Allah, hamba mohon perlindungan-Mu daripada azab kubur, dan daripada azab Neraka, dan daripada kesengsaraan hidup dan mati, dan daripada kesengsaraan Al-Masih ad-Dajjal.</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">11. Pada satu hari Rasulullah s.a.w. melalui dua tanah perkuburan. “Mereka (yang mati dikebumikan dalam dua tanah perkuburan itu) sedang diseksa.” Mereka diseksa bukanlah kerana perkara besar. “Ya, (mereka diseksa kerana melakukan satu dosa besar) iaitu kerana seorang daripada mereka sengaja mengumpat, menyebarkan fitnah dan yang satu lagi tiada mengelakkan dirinya daripada kekotoran kencingnya.” (Ibn Abbas menambah): Kemudian Rasulullah mengambil sehelai daun hijau lalu dikoyak dua, lalu meletakkan sekeping ke atas kubur seraya bersabda, “Moga-moga seksaan mereka berdua diringankan sehingga daun ini kering.” (Ibn Hajar, Fathul Bari, bab 87 dan 88, Mengenai Azab Kubur, halaman 610, 611-612, 613).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">Sebuah hadis mengenai azab atau nikmat kubur bermaksud: Kubur itu sama ada satu taman dari taman syurga atau satu rongga dari rongga neraka. Hadis ini boleh dirujuk kepada at-Tirmizi dan al-Baihaqi, tetapi sanadnya daif. Sungguhpun ia daif, tetapi maksudnya betul dan benar kerana disokong oleh hadis-hadis daripada kitab Sahih Bukhari seperti tersebut di atas. Penulis merasa berpada dengan merujuk kepada Sahih Bukhari sahaja, tidak perlu kepada sumber-sumber lain, kerana Sahih Bukhari adalah kitab yang paling sahih selepas al-Quran.</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">Rujukan:</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">Tafsir al-Quran oleh Ibn-Kathir.</div><div style="color: blue;">Ibn-Hajar, Fath al-Bari Bisyarhi Sahih al-Bukhari, Kitab al-Janaiz, bab 86 dan 87, jilid 3, Al-Maktabah at-Tijariyah, 144 H-1993M).</div><div style="color: blue;"></div><div style="color: blue;">Sumber : http://ttuyup.wordpress.com/2006/10/05/azab-kubur-menurut-al-quran-dan-hadis/ </div>aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-837585303844731824.post-24106424669115115032009-02-01T12:31:00.005+08:002009-02-01T12:32:29.473+08:00Abdul Mutallib Islam?Assalamuálaikum panel al-ahkam,<br />
<br />
Saya ada membaca karangan Dr. Shawqi Abu Khalil, Atlas As Sirah An Nabawiyyah.<br />
Dengan merujuk (At Tabari, 2/277), beliau menukilkan bahawa Abdul Mutallib pada penghujung hayatnya tidak mahu menyembah berhala, dan hanya percaya kepada Allah sahaja.<br />
<br />
Adakah pendapat ini kuat? Bagaimana sikap ulama'islam terhadap ibu,ayah, dan nenda nabi Muhammad s.a.w?<br />
<br />
Terima Kasih.<br />
<br />
******************<br />
izrail<br />
Panel Feqh<br />
<br />
Bismillah<br />
<br />
Wassolatu wassalam 'ala Rasulillah SAW,<br />
<br />
Di dalam Sahih Bukhari dan Muslim ada menyebut kisah di akhir hayat Abu Talib ketika Nabi SAW berulang kali mengajak beliau mengucap syahadah tetapi dibantah oleh Abu Jahal yang menyebut:<br />
<span style="font-size: large;"><br />
</span><br />
<span style="font-size: large;">يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ</span><br />
<br />
"Wahai Abu Talib adakah kamu akan meninggalkan agama Abdul Mutalib?!"<br />
<br />
Dan akhirnya Abu Talib mengaku dia masih di dalam agama Abdul Mutalib dan enggan untuk mengucap syahadah. Setelah itu Baginda SAW berazam untuk beristighfar ke atas Abu Talib tetapi Allah Taala menurunkan wahyu melarang dari beristighfar ke atas orang Musyrikin.<br />
<br />
Jika agama Abdul Mutalib merupakan agama yang benar, sudah tentu Nabi SAW mengesahkannya dan tidak mengajak Abu Talib supaya mengucap syahadah. Keazaman Nabi SAW untuk beristighfar ke atas Abu Talib dan juga larangan Allah Taala dari beristighfar ke atas orang Musyrikin menunjukkan agama Abdul Mutalib merupakan agama yang salah.<br />
<br />
Begitu juga ibu dan bapa Baginda SAW, sebahagian ulama berpendapat mereka berdua tidak beriman dengan bersandarkan hadith-hadith sahih dan sebahagian ulama lagi mengatakan mereka berdua beriman dengan bersandarkan hadith yang sangat dhaif.<br />
<br />
Wallahu a3lam<br />
<br />
Rujukan:<br />
- Tafsir Ibn Kathir: 4/221-223aizuddinhttp://www.blogger.com/profile/12680683194869917727noreply@blogger.com2